Jumat, 22 Februari 2013

Tafsir Al Anfaal Ayat 27-40

Ayat 27-29: Berhati-hati agar tidak berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan agar jangan sampai tidak menunaikan amanah, serta mengingatkan terhadap cobaan harta dan anak

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧) وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٨) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (٢٩

Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 27-29

27. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad)[1] dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui[2].

28. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan[3] dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar[4].

29. Wahai orang-orang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan Furqaan[5] kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu[6] dan mengampuni (dosa-dosa)mu[7]. Allah memiliki karunia yang besar[8].

Ayat 30-37: Menerangkan tentang persekongkolan yang diatur oleh musuh-musuh Islam untuk menghalangi tersebarnya Islam, dan bagaimana mereka mengerahkan harta yang banyak untuk itu, dan menjelaskan bahwa kalimat Islam adalah tinggi di atas semua agama

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (٣٠) وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا قَالُوا قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَذَا إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (٣١) وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ   (٣٢) وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (٣٣) وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٣٤) وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ  (٣٥) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ (٣٦) لِيَمِيزَ اللَّهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَيَرْكُمَهُ جَمِيعًا فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٣٧

Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 30-37

30. Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad)[9] untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu[10]. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.

31. Dan apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepada mereka, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini), jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakannya seperti ini. (Al Quran) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu[11].”

32. Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika (Al Quran) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih[12].”

33.[13] Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka[14]. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan[15].

34. Mengapa Allah tidak menghukum mereka[16] padahal mereka menghalang-halangi orang[17] untuk (mendatangi) Masjidilharam[18] dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya?[19] Orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[20].

35. Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan[21]. Maka rasakanlah azab[22] disebabkan kekafiranmu itu.

36.[23] Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah[24]. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan[25]. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan,

37. Agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk[26] dari yang baik[27] dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya[28], dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.

Ayat 38-40: Pintu tobat terbuka, dan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama hamba-hamba-Nya dengan memberikan pertolongan dan menguatkan

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ (٣٨) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ     (٣٩) وَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَوْلاكُمْ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (٤٠

Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 38-40

38. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[29], "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya dan dari memerangi Nabi), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi[30] sungguh, berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (dengan dibinasakan)[31].”

39. Dan perangilah mereka itu, sampai tidak ada lagi fitnah[32] dan agama hanya bagi Allah semata[33]. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan[34].

40. Dan jika mereka berpaling (dari iman), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung[35] dan sebaik-baik penolong[36].


[1] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kepada kaum mukmin agar mereka menjalankan amanah Allah yang telah diamanahkan kepada mereka berupa mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, di mana amanah tersebut sebelumnya telah ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung namun mereka semua enggan menerimanya dan khawatir tidak mampu menjalankannya, lalu manusia merasa mampu memikulnya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia. Barang siapa yang menjalankan amanah itu, maka ia berhak mendapatkan pahala yang besar dari Allah, sebaliknya barang siapa yang tidak menjalankannya, maka ia berhak memperoleh azab yang keras dan menjadi orang yang mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta mengkhianati amanahnya.

[2] Yakni mengetahui bahwa amanah itu wajib ditunaikan.

[3] Yang dapat menghalangimu dari urusan akhirat atau dari menunaikan amanah karena cinta kepada harta dan anak.

[4] Maka janganlah kamu sia-siakan karena mementingkan harta dan anak.

[5] Furqan artinya kemampuan membedakan antara yang haq (benar) dan yang batil, petunjuk dan kesesatan, dan yang halal dengan yang haram. Furqan dapat juga diartikan dengan pertolongan.

[6] Yaitu dosa-dosa kecil.

[7] Yaitu dosa-dosa besar.

[8] Allah memiliki pahala yang besar dan banyak bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya di atas hawa nafsunya.

[9] Mereka bermusyawarah di Darun Nadwah untuk menyikapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa sekelompok orang Quraisy yang terdiri dari para pemuka setiap suku berkumpul memasuki Darun Nadwah, lalu Iblis datang kepada mereka menjelma menjadi orang tua yang disegani. Ketika mereka melihatnya, mereka bertanya, “Siapa kamu?” Iblis menjawab, “Orang tua yang berasal dari Nejd. Saya mendengar kamu sedang berkumpul dan saya senang menghadirinya. Pendapat dan saran saya niscaya tidak menghilangkan (maksud)mu.” Mereka berkata, “Ya, masuklah.” Maka ia pun masuk bersama mereka. Iblis berkata, “Perhatikanlah masalah orang ini! Demi Allah, hampir saja dia memegang urusan kamu dengan perintahnya.” Lalu salah seorang di antara mereka berkata, “Tahanlah ia dengan diikat lalu tunggulah sampai kecelakaan menimpanya sehingga ia binasa sebagaimana para penyair sebelumnya telah binasa, yaitu Zuhair dan Nabighah, dan ia seperti mereka.” Lalu orang tua dari Nejd itu (yakni Iblis) berkata dengan keras, “Demi Allah, pendapat ini tidak tepat. Demi Allah, tentu Tuhannya akan mengeluarkannya dari tahanan dan memberikannya kepada para sahabatnya. Mereka (para sahabat) tentu akan meraihnya dan mengambilnya dari kalian serta akan melindungi Beliau dari kalian. Mungkin saja ia nanti akan mengusirmu dari negerimu.” Mereka berkata, “Orang tua ini betul, cobalah cari pendapat yang lain.” Salah seorang di antara mereka berkata, “Usirlah dia dari tengah-tengah kalian sehingga kalian dapat beristirahat darinya, karena apabila ia keluar, maka perbuatannya tidak akan membahayakan kamu, dan lagi di manakah bahayanya jika ia sudah tidak ada di dekat kalian. Kalian pun dapat beristirahat, dan urusannya bukan kepada kalian lagi.” Orang tua Nejd itu berkata, “Demi Allah, pendapat ini tidak cocok bagi kamu. Tidakkah kamu memperhatikan kata-katanya yang manis dan lancar lisannya, sedangkan ucapannya sebagaimana yang kamu dengar menyentuh hati? Demi Allah, jika kalian melakukannya, lalu ia menawarkan ajarannya kepada orang-orang Arab (lainnya), tentu mereka akan berkumpul (membela)nya dan akan menyerang kamu dan mengusirmu dari negerimu serta membunuh para pemukamu.” Mereka berkata, “Demi Allah, benar sekali. Cobalah cari pendapat selain ini.” Maka Abu Jahal la’natullah ‘alaih berkata, “Demi Allah, aku akan memberimu pendapat yang nampaknya belum pernah kamu pikirkan, dan saya lihat tidak ada lagi pendapat selainnya.” Mereka bertanya, “Apa itu?” Ia berkata, “Kamu ambil seorang pemuda terhormat yang gagah dari setiap suku, lalu setiap pemuda diberikan pedang yang tajam, kemudian mereka sama-sama menusuknya seperti tusukan yang dilakukan seseorang. Jika mereka telah membunuhnya, maka darahnya akan mengena ke semua kabilah, sehingga saya kira suku dari Bani Hasyim ini tidak akan sanggup memerangi orang-orang Quraisy semua, dan mereka setelah melihat kejadian itu akan menerima diat. Kita pun dapat beristirahat dan menyelesaikan bahayanya.” Maka orang tua Nejd itu berkata, “Ini, demi Allah, adalah pendapat yang tepat. Sesuai yang dikatakan pemuda itu (Abu Jahal), dan saya lihat tidak ada yang lain.” Setelah itu mereka pun berpencar dengan menyepakati usulan itu. Jibril pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, memerintahkannya agar Beliau tidak bermalam di tempat tidur yang biasa Beliau tempati untuk bermalam, dan memberitahukan kepada Beliau tipu daya mereka. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bermalam di rumahnya pada malam itu, dan Allah telah mengizinkan Beliau keluar (berhijrah). Allah juga menurunkan surat Al Anfal kepada Beliau setelah tiba di Madinah, yang di sana Allah menerangkan nikmat-nikmat-Nya dan ujian dari sisi-Nya, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.” Sedangkan terhadap ucapan mereka, “Tunggulah sampai kecelakaan menimpanya sehingga ia pun binasa sebagaimana para penyair sebelumnya binasa” turunlah ayat, “Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya". (Terj. Ath Thuur: 30) dan hari tersebut disebut sebagai hari berdesakan karena mereka berkumpul terhadap suatu pendapat.” (lihat Ibnu HIsyam 1/480-482).

[10] Dengan mengatur urusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, memberi wahyu tentang apa yang mereka rencanakan terhadap Beliau dan memerintahkan Beliau berhijrah.

[11] Inilah sikap keras dan kezaliman mereka, padahal sesungguhnya Alah telah menantang mereka membuat satu surat yang semisalnya dan menyuruh mereka memanggil yang lain selain Allah untuk berkumpul membuatnya, namun mereka tidak sanggup juga membuatnya. Oleh karena itu ucapan ini hanyalah dakwaan semata yang didustakan oleh kenyataan, padahal telah diketahui bahwa Beliau adalah seorang ummiy; yang tidak bisa membaca dan menulis, dan tidak pernah mengadakan perjalanan untuk mempelajari berita orang-orang terdahulu. Menurut penyusun tafsir Al Jalalain, bahwa yang mengucapkan kata-kata di atas adalah An Nadhr bin Al Harits, di mana sebelumnya ia mendatangi negeri Hirah untuk berdagang, lalu ia membeli buku-buku orang asing dan menceritakannya kepada penduduk Mekah.

[12] Padahal yang seharusnya mereka ucapkan adalah, “Ya Allah, jika (Al Quran) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka tunjukkanlah kami kepadanya.” Namun karena kebodohan mereka yang begitu dalam, mereka malah mengucapkan sebaliknya. Padahal kalau Allah segera menimpakan azab kepada mereka, maka tidak ada satu pun dari mereka yang selamat, akan tetapi Dia menghindarkan azab itu karena Rasul masih berada di tengah-tengah mereka.

[13] Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: Abu Jahal berkata, “Ya Allah, jika (Al Quran) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” Maka turunlah ayat, “Wa maa kaanallahu liyu’adzdzibahum wa anta fiihim…dst sampai wa hum yashudduuna ‘anil masjidil haraam…dst.” Lihat surat Al Anfaal: 33-34.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kaum musyrik melakukan thawaf di Baitullah dan berkata, “Labbaika laa syariika lah, labbaik.” (artinya: Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu), lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, sungguh.” Kemudian mereka berkata, “Laa syariika lak illaa syariikun huwa laka tamlikuhu wa maa malak.” (artinya: Tidak ada sekutu bagi-Mu, selain sekutu yang Engkau memilikinya dan ia miliki), dan berkata, “Ghufraanak, ghufraanak” (Ampunan-Mu ya Allah, kami minta), maka Allah menurunkan ayat, “Wa maa kaanalllahu liyu’adzdzibahum wa anta fiihim wa maa kaanallahu liyu’adzdzibahum wa hum yastaghfiruun.” Ibnu Abas berkata, “Pada mereka ada dua keamanan; nabi Allah dan istighfar. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah pergi dan masih ada istighfar,” (Allah berfirman), “Mengapa Allah tidak menghukum mereka padahal mereka menghalang-halangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa.” Ibnu Abbas berkata, “Ini adalah azab akhirat.” Ia juga berkata, “Sedangkan yang tadi adalah azab dunia.” (Hadits ini hasan, disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim juz 3 hal. 241).

Bisa saja ayat di atas turun berkenaan sebab pertama atau kedua atau secara bersamaan karena kedua sebab itu, wallahu a’lam.

[14] Hal itu, karena azab apabila turun maka akan merata, dan suatu umat tidaklah diazab kecuali setelah nabinya dan kaum mukmin keluar daripadanya.

[15] Yakni dalam ucapan mereka ketika thawaf, “Ghufraanak, Ghufraanak” (artinya Ampunan-Mu yang Allah kami minta). Ada pula yang menafsirkan bahwa yang memohon ampunan itu adalah orang-orang mukmin yang tertindas. Dan ada pula yang berpendapat, bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata itu di hadapan banyak orang, mereka menyadari keburukannya, mereka takut kalau azab itu menimpa mereka sehingga mereka beristighfar, wallahu a’lam.

[16] Dan Allah telah melakukannya dengan mengazab mereka di Badar dan lainnya.

[17] Yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

[18] Untuk melakukan thawaf.

[19] Seperti yang mereka sangka. Kata-kata “wa maa kaanuu awliyaa’ah”, dhamir (kata ganti) hu (dia) bisa kembalinya kepada Allah, sehingga artinya bahwa “mereka bukanlah wali-wali-Nya,” dan bisa juga kembali kepada Masjidilharam, sehingga artinya, bahwa “mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya.”

[20] Oleh karena ketidaktahuan mereka, akhirnya mereka mengaku berhak.

[21] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan rumah-Nya yang suci agar agama-Nya dapat ditegakkan, agar Dia diibadahi dengan ikhlas, dan yang melaukan demikian adalah hamba-hamba-Nya yang mukmin, adapun orang-orang musyrik mereka menghalangi orang-orang mukmin dari Baitullah, padahal shalat mereka sebagai ibadah paling besar mereka di Baitulah hanyalah siulan dan tepuk tangan; perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang bodoh yang tidak memiliki rasa ta’zhim kepada Allah, tidak mengenal hak-hak-Nya, serta tidak menghormati tempat mulia. Jika shalat mereka saja seperti ini, lalu bagaimana dengan ibadah mereka lainnya? Oleh karena itu, siapakah yang lebih berhak mengurus Masjidilharam? Mereka atau kaum mukmin yang khusyu’ dalam shalatnya, beribadah dengan cara yang diridhai oleh pemilik-Nya. Sudah pasti, Alah akan mewariskan rumah-Nya yang suci kepada kaum mukmin dan aka memberi merea tempat di sana. Oleh karenanya, setelah Allah memberi tempat kepada mereka di sana, Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam.” (Terj. At Taubah: 28).

[22] Di Badar.

[23] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan permusuhan yang dilakukan orang-orang musyrik dan makar yang mereka buat serta penentangan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa mereka berusaha memadamkan cahaya Allah dan kalimat-Nya, dan bahwa akibat dari makar mereka berpulang kepada mereka, lagi pula makar yang buruk tidaklah menimpa kecuali kepada pembuatnya.

[24] Untuk membatalkan yang hak dan membela yang batil, membatalkan tauhid dan menegakkan syirk, Seperti yang mereka lakukan ketika memerangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka rela mengorbankan harta dalam jumlah besar karena kebencian mereka terhadap kebenaran, akan tetapi hal itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan sehingga harta dan apa yang mereka harapkan sia-sia, sedangkan di akhirat mereka akan diazab dengan keras.

[25] Di dunia.

[26] Yaitu orang-orang kafir.

[27] Yaitu orang-orang mukmin.

[28] Baik berupa amal yang buruk, harta maupun jiwa.

[29] Seperti Abu Sufyan dan kawan-kawannya. Ayat ini termasuk bukti kelembutan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya, di mana kekafiran mereka dan terus-menerusnya mereka di atas kekafiran tidaklah menghalangi-Nya untuk tetap mengajak mereka menempuh jalan yang lurus dan petunjuk, dan melarang mereka dari sesuatu yang membinasakan mereka berupa sebab-sebab kesesatan dan kebinasaan.

[30] Maksudnya jika mereka kafir dan kembali memerangi Nabi.

[31] Dan mereka tinggal menunggu saja. Khithab (pembicaraan) ini ditujukan kepada mereka yang mendustakan, adapun ayat selanjutnya, maka ditujukan kepada kaum mukmin dalam menyikapi orang-orang kafir.

[32] Fitnah di sini maksudnya gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam. Fitnah bisa juga diartikan “sampai tidak ada lagi syirk dan mereka tunduk kepada hukum-hukum Islam.”

[33] Yakni tegaknya tauhid atau tingginya agama Islam dan sirnanya agama-agama yang batil, Inilah tujuan dari mengadakan perang atau jihad, dan agar gangguan mereka terhadap agama Islam hilang.

[34] Tidak samar bagi-Nya apa yang mereka kerjakan.

[35] Dia akan menyampaikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin hal yang bermaslahat bagi mereka dan memudahkan untuk mereka manfaat agama maupun dunia.

[36] Dia akan menolong mereka dan menghindarkan tipu daya yang dilancarkan orang-orang fasik. Barang siapa Allah Pelindungnya, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

2 komentar: