Jumat, 08 Maret 2013

Tafsir Yunus Ayat 87-97

Ayat 87-89: Menggunakan sabar dan shalat ketika mendapatkan kesulitan, dan bahwa doa para rasul untuk kerugian kaumnya dilakukan sebagai bentuk marah karena Allah dan agama-Nya, bukan untuk membela diri mereka sendiri

وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَنْ تَبَوَّآ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتًا وَاجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (٨٧)وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأهُ زِينَةً وَأَمْوَالا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ (٨٨)قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨٩

Terjemah Surat Yunus Ayat 87-89

87. Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya[1], "Ambillah beberapa rumah di Mesir untuk (tempat tinggal) kaummu[2] dan jadikanlah rumah-rumah itu tempat shalat[3], dan laksanakanlah shalat[4] serta gembirakanlah orang-orang mukmin[5].”

88.[6] Musa berkata, "Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya perhiasan[7] dan harta kekayaan (yang banyak) dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu[8]. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka[9], dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih[10]."

89. Dia (AlIah) berfirman, "Sungguh, telah diperkenankan permohonan kamu berdua[11], sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus[12] dan jangan sekali-kali kamu mengikuti jalan orang yang tidak mengetahui[13].”

Ayat 90-93: Tidak diterimanya tobat ketika ruh telah keluar dari jasad, dan dikeluarkannya jasad Fir’aun dari laut sebagai pelajaran bagi orang-orang yang sombong yang datang kemudian

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (٩٠) آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (٩١) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ   (٩٢) وَلَقَدْ بَوَّأْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ مُبَوَّأَ صِدْقٍ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ فَمَا اخْتَلَفُوا حَتَّى جَاءَهُمُ الْعِلْمُ إِنَّ رَبَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (٩٣

Terjemah Surat Yunus Ayat 90-93

90.[14] Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir'aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir'aun hampir tenggelam dia berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri)[15].”

91. Mengapa baru sekarang (kamu beiman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu[16], dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan[17].

92. Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu[18] agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu[19], tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami[20].

93. Dan sungguh, Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus[21] dan Kami beri mereka rezeki yang baik. Maka mereka tidak berselisih[22], kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat)[23]. Sesungguhnya Tuhan kamu akan memberi keputusan antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu[24].

Ayat 94-97: Pernyataan terhadap kebenaran Al Qur’an, dan bahwa orang-orang yang berhak mendapatkan azab tetap tidak akan beriman meskipun setiap ayat datang kepada mereka

فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ مِمَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ لَقَدْ جَاءَكَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (٩٤) وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ فَتَكُونَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٩٥) إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ (٩٦) وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ    (٩٧)

Terjemah Surat Yunus Ayat 94-97

94. Maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu[25], maka tanyakanlah kepada orang yang membaca kitab sebelummu[26]. Sungguh, telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau temasuk orang yang ragu,

95. dan janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, nanti engkau termasuk orang yang rugi[27].

96. Sungguh, orang-orang yang telah dipastikan mendapat ketetapan Tuhanmu, tidaklah akan beriman[28],

97. meskipun mereka mendapat tanda-tanda (kebesaran Allah), hingga mereka menyaksikan azab yang pedih[29].


[1] Yakni ketika situasi semakin memanas, di mana Fir’aun dan pengikutnya hendak menghalangi mereka dari menjalankan shalat.

[2] Maksudnya, suruhlah kaummu mengambil rumah-rumah agar dapat bersembunyi.

[3] Di sana mereka shalat dalam keadaan aman sebagai pengganti melakukan shalat di gereja dan biara umum.

[4] Karena shalat dapat membantu mengatasi berbagai masalah.

[5] Dengan kemenangan dan surga, karena setelah kesulitan ada kemudahan, dan ketika keadaan semakin memanas, maka pertolongan Allah semakin dekat.

[6] Ketika Nabi Musa ‘alahis salam melihat kuatnya keadaan Fir’aun, namun semakin jauhnya dia dari keimanan, maka Nabi Musa ‘alaihis salam mendoakan keburukan terhadap Fir’aun dan Harun mengaminkannya.

[7] Berupa perhiasan, pakaian yang bagus, rumah yang indah, kendaraan yang mewah pada waktu itu dan dibantu oleh para pelayan.

[8] Yakni harta yang Engkau berikan kepada mereka tidak membuat mereka bersyukur, bahkan mereka menggunakannya untuk menyesatkan manusia dari jalan-Mu; sehingga mereka sesat lagi menyesatkan.

[9] Baik dengan membinasakannya atau dengan menjadikannya batu sehingga tidak bermanfaat.

[10] Nabi Musa ‘alaihis salam berkata seperti ini karena marah kepada mereka, di mana mereka berani mengerjakan larangan Allah, mengadakan kerusakan, dan menghalangi manusia dari jalan Allah. Demikian juga karena sempurnanya Beliau dalam mengenal Allah, di mana Allah akan menghukum perbuatan tersebut.

[11] Disebutkan “kamu berdua” sedangkan yang berdoa adalah Nabi Musa ‘alaihis salam adalah karena Nabi Harun mengaminkan. Hal ini menunjukkan, bahwa orang yang mengaminkan ikut serta dalam doa orang yang berdoa.

[12] Di atas agama dan dakwah sampai azab datang kepada mereka.

[13] Yakni jalan orang-orang yang jahil lagi sesat, yang menyimpang dari jalan yang lurus lagi menempuh jalan yang mengarah ke neraka.

[14] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Nabi Musa ‘alaihis salam untuk membawa pergi Bani Israil di malam hari dan memberitahukan, bahwa mereka akan diikuti. Kemudian Fir’aun mengirimkan orang ke kota-kota untuk mengumpulkan bala tentaranya. Fir’aun berkata, “Sesungguhnya mereka (Bani Israil) hanya sekelompok kecil. Sesungguhnya mereka telah berbuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita semua tanpa kecuali harus selalu waspada.” (lihat Asy Syu’araa: 53-56) maka bala tentaranya berkumpul, yang tinggal jauh dari kerajaan maupun yang dekat, dan mereka bersama-sama mengejar Bani Israil untuk menzalimi dan menindasnya. Lalu Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul Bani Israil di waktu matahari terbit. Ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewahyukan kepada Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut, maka terbelahlah lautan itu menjadi dua belas jalan, kemudian Bani Israil melintasinya, lalu Fira’aun dan bala tentaranya ikut melintasinya. Ketika Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan, sedangkan Fir’aun dan bala tentaranya di dalamnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan laut menyatu sehingga tenggelamlah mereka semua, sedangkan Bani Israil menyaksikannya.

[15] Ditambahkan kata-kata “dan aku termasuk orang-orang muslim” agar pengakuannya diterima, namun tetap tidak diterima.

[16] Ketika kondisi seperti ini, iman tidaklah bermanfaat, karena keimanan ketika ini seperti beriman kepada yang nyata, padahal beriman hanyalah bermanfaat sewaktu masih ghaib.

[17] Dengan kesesatanmu dan menyesatkan orang lain.

[18] Yang diselamatkan Allah adalah tubuh kasarnya (yang tidak ada ruhnya). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sebagian Bani Israil masih meragukan kematian Fir’aun, maka Allah mengeluarkan jasadnya agar mereka dapat melihatnya. Menurut sejarah, mayat Fir'aun kemudian terdampar di pantai dan ditemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem, sehingga tetap utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir.

[19] Agar mereka tidak mengikuti jejak langkahmu.

[20] Ayat-ayat Allah begitu banyak dan disaksikan manusia, namun mereka tidak mau mengambil pelajaran terhadapnya. Adapun mereka yang memiliki akal dan hati yang terjaga, maka dia melihat ayat-ayat itu sebagai bukti nyata kebenaran yang dibawa oleh para rasul.

[21] Maksudnya negeri Mesir dan negeri Syam. Allah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman Fir’aun dahulu dan mewariskannya untuk mereka.

[22] Dalam hal kebenaran.

[23] Yang menjadikan mereka bersatu, akan tetapi sebagian mereka dengki kepada sebagian yang lain, dan sebagian besar mereka mempunyai hawa nafsu dan tujuan masing-masing yang menyelisihi kebenaran sehingga timbullah perselisihan yang besar. Inilah penyakit yang menimpa para pemeluk agama yang sahih (Islam), yakni setan ketika tidak berhasil membuat manusia mengikutinya dengan meningalkan agama secara keseluruhan, maka ia menaburkan benih perselisihan, mengadakan permusuhan dan kebencian antara sesama mereka sehingga terjadilah perselisihan, dan terjadilah penyesatan satu pihak kepada pihak lain dan permusuhan sehingga setan semakin senang. Padahal Tuhan mereka satu, agama mereka satu, rasul mereka satu dan maslahatnya pun satu, maka karena alasan apa mereka berselisih sehingga kesatuan mereka terpecah dan ikatan mereka terputus, sehingga maslahat agama maupun dunia luput dan menjadi mati sebagiannya karena perselisihan itu. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu kelembutan kepada hamba-hamba-Mu yang mukmin yang menyatukan persatuan mereka, merekatkan pecahannya, mengembalikan yang jauh kepada kedekatan, yaa dzal jalaali wal ikraam. Allahuma ihdinaa limakhtulifa fiihi minal haqqi bi’idznik innaka tahdiy man tasyaa’u ilaa shiraathim mustaqiim.

[24] Allah akan memutuskan mereka dengan hukum-Nya yang adil yang muncul dari pengetahuan-Nya yang sempurna serta kekuasaan-Nya yang merata.

[25] Apakah ia benar atau salah?

[26] Yakni Ahli Kitab yang adil dan ulama yang dalam ilmunya. Sesungguhnya mereka akan mengakui kebenaran apa yang engkau beritakan dan sama dengan apa yang ada pada mereka. Jika ada yang mengatakan, “Mayoritas Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani itu mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan menentangnya serta menolak dakwahnya, namun mengapa Allah Ta’ala menyuruh rasul-Nya mengambil saksi dari mereka dan menjadikan persaksian mereka hujjah bagi apa yang Beliau bawa serta sebagai bukti terhadap kebenarannya? Ada beberapa jawaban terhadapnya, di antaranya:

- Persaksian apabila disandarkan kepada golongan tertentu atau pemeluk madzhab tertentu atau ke sebuah negeri, maka persaksian itu hanya tertuju kepada orang-orang yang adil dan jujur saja di antara mereka. Adapun selain mereka, maka tidak dipandang mskipun jumlahnya banyak. Hal itu karena persaksian dibangun atas dasar keadilan dan kejujuran, dan hal itu terbukti dengan banyaknya yang beriman dari kalangan ulama mereka, seperti Abdullah bin Salam, kawan-kawannya, Ka’ab Al Ahbar, dan beberapa orang lainya yang masuk Islam di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau di zaman khalifah setelah Beliau .

- Persaksian Ahli Kitab terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdasar kepada kitab mereka, yaitu Taurat, di mana mereka menyandarkan kepadanya. Oleh karena itu, jika sudah ada dalam Taurat yang sesuai dengan Al Qur’an dan membenarkannya serta bersaksi terhadap kebenarannya. Jika ternyata mereka malah sepakat mengingkarinya, maka yang demikian tidaklah mencacatkan kerasulan Beliau.

- Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan rasul-Nya mengambil saksi dari Ahli Kitab terhadap kebenaran yang Beliau bawa, dan menampakkannnya di hadapan semua saksi.

- Tidak semua Ahli Kitab menolak dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan banyak dari mereka yang menerima, tunduk mengikuti Beliau secara suka rela. Hal itu, karena ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, mayoritas penduduk bumi yang beragama adalah Ahli Kitab. Tidak terlalu lama waktunya ternyata banyak yang masuk Islam seperti mayoritas penduduk Syam, Mesir, Irak dan Negara tetangganya yang menjadi pusat Ahli KItab, sehingga tidak tinggal selain para penguasa yang lebih mengutamakan kekuasaannya daripada kebenaran, dan orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan orang awam yang jahil (bodoh), serta orang yang beragama dengan agama mereka yang hanya tinggal namanya saja, tidak ada maknanya seperti orang-orang Eropa yang sesungguhnya mereka adalah orang-orang atheis, berlepas dari agama yang dibawa para rasul, di mana mereka hanya menisbatkan dirinya kepada agama Nasrani untuk melariskan kerajaan mereka, menyamarkan kebatilan mereka, sebagaimana hal itu diketahui oleh orang-orang yang meneliti keadaan mereka yang sesungguhnya.

[27]Ayat 94-95 menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang dua hal; meragukan Al Qur’an dan mendustakannya, di mana orang yang melakukannya akan menjadi rugi; kehilangan pahala di dunia dan di akhirat dan sebaliknya, malah mendapatkan siksa di dunia dan akhirat. Larangan terhadap sesuatu adalah perintah kepada kebalikannya, sehingga kita diperintahkan membenarkannya secara sempurna, merasa tenang kepadanya serta mendatanginya baik dengan mengilmuinya maupun dengan mengamalkan, sehingga seorang hamba memperoleh keuntungan.

[28] Maksud ayat ini adalah, bahwa orang-orang yang telah ditetapkan Allah dalam Lauh Mahfuzh bahwa mereka akan mati dalam kekafiran; selamanya tidak akan beriman. Allah tidaklah menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi dirinya sendiri dengan menolak kebenaran ketika datang, maka Allah menghukum mereka dengan mengecap hati mereka, pendengaran mereka dan penglihatan mereka ehingga mereka pun tidak beriman sampai mereka menyaksikan azab yang pedih. Ketika itulah mereka mengetahui kebenaran ecara yakin dan bahwa apa yang dibawa rasul adalah benar, namun mereka berada dalam waktu yang iman mereka tidak bermanfaat apa-apa. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

“Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.” (Terj. Ar Ruum: 57)

adapaun ayat-ayat Allah, hanyalah bermanfaat bagi mereka yang memiliki hati atau menyiapkan pendengarannya lagi hadir menyaksikan (tidak berpaling)..

[29] Barulah mereka beriman. Namun beriman ketika itu tidaklah bermanfaat.

5 komentar:

  1. Mohon Penjelasan pada ayat "Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmun , agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami" siapa yang dimaksud " Kami" seandayanya Allah mengapa tida "Saya/Aku"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami disini jamak... anda tau bahasa arab, kata ’kami’ dalam bahasa arab, tidak selalu menunjukkan kata ganti orang pertama jamak. Kata ’kami’ dalam bahasa arab juga digunakan untuk mengagungkan (ta’dzim) orang yang berbicara.

      Allah ta’ala menyebut dirinya dengan kata yang bermakna tunggal, baik dengan kata ganti tunggal atau dengan menyebut namanya. Dan terkadang, Allah menyebut dengan bentuk jamak, seperti firman-Nya,

      إنا فتحنا لك فتحاً مبيناً

      “Sesungguhnya Kami akan memberikan kemenangan yang nyata bagimu.” (QS. Al-Fath: 1).
      Atau yang semisal dengan ayat di atas.
      Dan Allah tidak pernah menyebut dirinya dengan kata yang menunjukkan makna ganda, sama sekali. Karena bentuk jamak memberikan makna pengagungan (ta’dzim), yang Dia berhak untuk menyandangnya. Dan terkadang menunjukkan makna-makna nama-Nya. Sementara kata yang bermakna ganda, kata itu menujukkan bilangan tertentu, dan Allah Maha Suci dari pembatasan bilangan ini.

      Hapus
    2. selain dari dalil tata bahasa arab, kalau saya perhatikan kata "kami" selalu menjelaskan suatu proses kejadian, dan suatu proses kejadian selalu dilibatkan mahluk atau unsur2 zat. disini saya lihat atas kehendak Allah air laut dan kandungan2nya yg mengawetkan jasad fir'aun dan menjadi bukti bagi orang yg datang setelahmu, maka itu Allah menyebut kami.. begitu juga dengan ayat yg menjelaskan proses diciptakannya Adam dan lainnya.. semoga Allah mengampuni saya.

      Hapus
  2. ...
    Dalam kaidah dan uslub Arab dikenal sebutan NAHNU (kita/kami) itu digunakan oleh satu orang yang bersama yang lain, sehingga menunjukkan makna jama' atau berbilang. Terkadang juga digunakan oleh satu orang yang memiliki sifat-sifat yang banyak lagi mulia. Maka pengunaan NAHNU pada bagian kedua bukan menunjukkan banyaknya orang yang berbicara, tapi untuk menunjukkan satu orang tapi memiliki keagungan dan kemuliaan.

    Penulis al-Mu'jam al-Wasith (Kamus bahasa Arab), hal. 945 berkata: "Nahnu (kami) adalah kata ganti yang digunakan untuk menyebut dua orang atau jama' (banyak) yang mengabarkan tentang diri mereka, dan terkadang digunakan untuk menyebut satu orang saat ia hendak mengagungkan/memuliakan (dirinya)."

    Karenanya, orang besar yang memiliki pemahaman bahsa Arab yang baik dan dalam, saat berbicara kepada yang lain untuk menunjukkan kemuliaannya, pasti akan mengganti kalimat Anaa Fa'alku kadza (aku melakukan ini) menjadi Nahnu Fa'alnaa Kadza (Kami melakukan ini) untuk menunjukkan kemuliaannya.

    Oleh karenanya, siapa yang memahami bahasa Arab dengan baik pasti tidak akan mempermasalahkan penggunaan bentuk plural (nahnu: kami) oleh Allah yang Maha Esa untuk menyebut diri-Nya. Orang yang memahami bahasa Arab dengan baik juga tidak akan menganggap Allah itu berbilang hanya karena menyebut diri-Nya yang Maha Esa dengan karena menggunakan bentuk jama' (plural).
    ...
    Penjelasan Ustadz Badrul Tamam L.C
    http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2011/11/15/16694/jika-allah-maha-esa-kenapa-menyebut-dirinya-nahnu-kami/#sthash.zeJzSovc.dpuf

    BalasHapus
  3. Dalam tata bahasa Arab, ada kata ganti pertama singular (ana), dan ada kata ganti pertama plural (nahnu). Ia sama dengan tata bahasa lainnya…Akan tetapi dalam bahasa Arab, kata ganti pertama plural dapat dan sering, difungsikan sebagai singular. Dalam gramer (nahwu@sharaf) Arab hal ini disebut “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” , kata ganti pertama yang mengagungkan dirinya sendiri.

    Selain kata ‘Nahnu”, ada juga kata ‘antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan ‘antum’, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan ‘anta’.

    BalasHapus