Ayat 34-36: Batilnya ‘aqidah syirk dan semua ‘aqidah yang menyelisihi agama Islan
قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ قُلِ اللَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ (٣٤) قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ قُلِ اللَّهُ يَهْدِي لِلْحَقِّ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يُتَّبَعَ أَمْ مَنْ لا يَهِدِّي إِلا أَنْ يُهْدَى فَمَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (٣٥) وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ (٣٦
Terjemah Surat Yunus Ayat 34-36
34.[1] Katakanlah, "Adakah di antara sekutumu yang dapat memulai penciptaan (makhluk), kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?"[2] Katakanlah, "Allah memulai (penciptaan) makhluk, kemudian mengulanginya. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah selain Allah)[3]?"
35. Katakanlah, "Apakah di antara sekutumu ada yang membimbing kepada kebenaran[4]?" Katakanlah, "Allah-lah yang membimbing kepada kebenaran[5].” Maka manakah yang lebih berhak diikuti, Tuhan yang membimbing kepada kebenaran itu, ataukah orang yang tidak mampu membimbing bahkan perlu dibimbing? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?[6]
36. Dan kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan[7]. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran[8]. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan[9].
Ayat 37-44: Kemukjizatan Al Qur’an, jaminan Allah terhadap kemurniannya, dan bahwa ia membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menerangkan perobahan yang dilakukan manusia terhadap kitab-kitab sebelumnya
وَمَا كَانَ هَذَا الْقُرْآنُ أَنْ يُفْتَرَى مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٣٧) أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (٣٨) بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ (٣٩) وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ (٤٠) وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (٤١)وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ وَلَوْ كَانُوا لا يَعْقِلُونَ (٤٢) وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تَهْدِي الْعُمْيَ وَلَوْ كَانُوا لا يُبْصِرُونَ (٤٣) إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (٤٤
Terjemah Surat Yunus Ayat 37-44
37. Tidak mungkin Al Quran ini dibuat-buat oleh selain Allah[10]; tetapi (Al Quran)[11] membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya[12], tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam.
38. Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya?" Katakanlah[13], "Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al Qur’an)[14], dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar[15]."
39. Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna[16] dan belum mereka peroleh penjelasannya[17]. Demikianlah halnya umat yang ada sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang yang zalim itu[18].
40. Dan di antara mereka[19] ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Quran), dan di antaranya (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya[20]. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan[21].
41. Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad)[22], maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu[23]. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan[24].”
42. Dan di antara mereka ada yang mendengarkan engkau (Muhammad)[25]. Tetapi apakah engkau dapat menjadikan orang yang tuli itu mendengar[26], walaupun mereka tidak mengerti?
43. Dan di antara mereka ada yang melihat kepada engkau[27]. Tetapi apakah engkau dapat memberi petunjuk kepada orang yang buta, walaupun mereka tidak memperhatikan[28].
44. Sesungguhnya tidak Allah menzalimi manusia sedikit pun[29], tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri[30].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan tentang kelemahan sesembahan orang-orang musyrik dan bahwa sesembahan itu tidak memiliki sifat yang layak dijadikan sebagai tuhan.
[2] Pertanyaan ini dimaksudkan untuk menafikan dan mentaqrir (mengokohkan), yakni tidak ada satu pun sesembahan selain Allah yang memulai penciptaan makhluk dan mengulanginya lagi, bahkan sesembahan itu sangat lemah sekali, sedangkan Allah mampu memulai penciptaan dan mengulanginya lagi.
[3] Yakni bagaimana kamu dapat dipalingkan dari menyembah Tuhan yang mampu menciptakan pertama kali dan mengulanginya lagi kepada sesembahan yang tidak mampu menciptakan apa-apa, sedangkan mereka sendiri dicipta.
[4] Dengan memberikan penjelasan dan arahan atau memberi taufiq kepada kebenaran.
[5] Dengan dalil dan keterangan yang nyata, dengan ilham dan taufiq, serta dengan membantu menempuh jalan yang lurus.
[6] Yakni apa yang menyebabkan kamu memberikan keputusan yang batil dengan mengesahkan penyembahan kepada selain Allah setelah tegaknya hujjah dan keterangan yang nyata bahwa tidak ada yang berhak diibadati selain Allah saja. Jika telah jelas bahwa sesembahan yang mereka sembah selain Allah tidak memiliki sifat yang layak dijadikan sebagai tuhan, bahkan sesembahan itu memiliki segala kekurangan yang menghendaki untuk dibatalkan ketuhanannya. Lantas karena alasan apa mereka menjadikannya sebagai tuhan? Tidak lain alasannya adalah karena setan menghias perbuatan buruk, kesesatan, dan perkara yang tidak masuk akal itu menjadi indah dihadapan manusia sehingga mereka menganggapnya sebagai perbuatan baik, petunjuk dan sebagai kebenaran. Tidak ada yang mereka ikut dalam hal ini selain dugaan semata, padahal dugaan itu tidak dapat mencapai kebenaran sedikit pun, mereka namakan sesembahan-sesembahan itu sebagai tuhan atas dasar dugaan semata dan mereka sembah pun atas dasar dugaan semata. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” (Terj. An Najm: 23)
[7] Dalam menyembah berhala, di mana mereka bertaqlid (ikut-ikutan) kepada nenek moyang mereka.
[8] Sesuatu yang diperoleh dengan dugaan sama sekali tidak bisa mengantikan sesuatu yang diperoleh dengan keyakinan.
[9] Sehingga Dia akan memberikan balasan kepada mereka.
[10] Karena Al Qur’an adalah kitab yang mulia, kitab yang seandainya manusia dan jin semuanya berkumpul untuk membuat yang semisalnya tentu mereka tidak akan sanggup. Al Qur’an adalah firman Rabul ‘alamin. Bagaimana mungkin mereka akan sanggup berkata semisal Al Qur’an atau mendekatinya, sedangkan perkataan itu mengikuti keadaan yang berkata. Jika yang berkata adalah Allah Tuhan seluruh alam, maka tidak ada yang mampu menandinginya. Kalau pun ada orang yang berani berkata mengatasnamakan firman Allah, maka tentu Allah akan menyegerakan hukuman kepadanya dan segera menyiksanya.
[11] Allah menurunkan Al Qur’an sebagai rahmat bagi seluruh alam dan untuk menegakkan hujjah terhadap semua manusia. Allah menurunkannya membenarkan kitab-kitab Allah terdahulu, yakni sesuai dengan kitab-kitab terdahulu dan membenarkan apa yang disaksikannya.
[12] Maksudnya Al Quran menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Quran itu
[13] Kepada mereka yang mendustakan itu jika memang Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang membuatnya.
[14] Karena kalian adalah orang-orang Arab yang fasih bicara.
[15] Dalam dakwaanmu bahwa Al Qur’an buatan Muhammad. Tentu kamu tidak akan sanggup.
[16] Mereka belum memahaminya dan belum mentadabburinya. Dalam ayat ini terdapat dalil untuk bersikap tatsabbut (tidak tergesa-gesa) dalam segala urusan, dan bahwa tidak sepatutnya bagi seseorang menerima atau menolak sesuatu yang ia belum mengilmuinya.
[17] Yakni belum datang kepada mereka akibat dari yang diancamkan itu.
[18] Di mana akhir kehidupan mereka adalah dibinasakan. Oleh karena itu, berhati-hatilah mereka jika tetap terus mendustakan, akan ditimpa azab seperti yang mereka rasakan.
[19] Yakni penduduk Mekah.
[20] Selama-lamanya.
[21] Mereka itu adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Al Qur’an dengan sikap keras dan zalim. Kalimat ini merupakan ancaman kepada mereka.
[22] Yakni maka tetaplah berdakwah, engkau tidak memikul tangung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu.
[23] Masing-masing akan memperoleh balasannya. Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka kebaikannya untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang mengerjakan keburukan, maka keburukannya pun akan ditimpanya sendiri.
[24] Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini mansukh dengan ayat yang memerintahkan untuk memerangi.
[25] Pada saat engkau membacakan wahyu tanpa ada niat mengambil petunjuk darinya, bahkan dengan maksud menyaksikan, mendustakan dan mencari-cari cela. Mendengarkan seperti ini tidaklah bermanfaat bagi pendengarnya, maka tetap tertutup baginya pintu taufiq serta terhalang dari faedah mendengarkan.
[26] Termasuk hal yang mustahil memperdengarkan orang yang tuli yang tidak mengerti pembicaraan, demikianlah keadaan orang-orang yang mendustakan. Mereka hanya mendengarkan sesuatu yang menegakkan hujjah bagi mereka, padahal mendengarkan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh ilmu. Pada ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga menyebutkan sarana lainnya untuk memperoleh ilmu, yaitu penglihatan, namun penglihatan mereka juga tidak berfungsi seperti halnya orang yang buta.
[27] Artinya menyaksikan tanda-tanda kenabianmu, akan tetapi mereka tidak mengakuinya. Ayat ini menunjukkan bahwa melihat keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, petunjuk, akhlak, amal dan dakwahnya termasuk bukti besar yang menunjukkan kebenaran Beliau dan apa yang Beliau bawa, dan bahwa memperhatikan keadaan Beliau juga sudah cukup sebagai bukti di samping bukti-bukti yang lainnya.
[28] Yakni sesungguhnya engkau tidak dapat menunjuki mereka sebagaimana engkau tidak dapat menunjuki orang yang buta. Ketika akal, pendengaran dan penglihatan mereka tidak difungsikan, padahal semua itu merupakan sarana untuk menghasilkan ilmu dan mengetahui hakikat, maka sarana apa lagi yang dapat menyampaikan mereka kepada kebenaran?
[29] Dia tidak menambahkan keburukan mereka dan tidak akan mengurangi kebaikan mereka.
[30] Ketika kebenaran datang kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, sehingga Allah menghukum mereka dengan mengecap hati mereka, dan penglihatan serta pendengaran mereka pun ditutup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar