Jumat, 05 April 2013

Tafsir Qaaf Ayat 1-15

Surah Qaaf

Surah ke-50. 45 ayat. Makkiyyah

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-11: Pengingkaran kaum musyrik terhadap kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan hari berbangkit, dan bahwa kejadian-kejadian di alam membuktikan kebenaran adanya hari berbangkit.

  ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ (١) بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ (٢) أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ (٣) قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ   (٤) بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ (٥) أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ  (٦) وَالأرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (٧) تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ (٨) وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ (٩) وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ (١٠) رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ (١١)

1. [1]Qaaf. Demi Al Quran yang mulia.

2. (Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka[2] tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri[3], maka berkatalah orang-orang kafir[4], "Ini adalah suatu yang sangat ajaib[5].”

3. [6]Apakah apabila Kami telah mati dan sudah menjadi tanah (akan kembali lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin[7].

4. Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, sebab pada Kami ada kitab (catatan) yang terpelihara baik (Al Lauhul Mahfuzh)[8].

5. [9]Bahkan mereka telah mendustakan kebenaran ketika (kebenaran itu) datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau[10].

6. [11]Maka tidakkah mereka[12] memperhatikan langit yang ada di atas mereka[13], bagaimana cara Kami membangunnya[14] dan menghiasinya[15], dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun?

7. Dan bumi yang Kami hamparkan[16] dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah[17],

8. untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk Allah)[18].

9. Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air itu) pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen,

10. dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun,

11. (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air itu) negeri yang mati (tandus)[19]. Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur)[20].

Ayat 12-15: Pelajaran yang dapat diambil dari umat-umat yang dahulu yang menentang para nabi.

  كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ (١٢) وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ وَإِخْوَانُ لُوطٍ (١٣) وَأَصْحَابُ الأيْكَةِ وَقَوْمُ تُبَّعٍ كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ (١٤) أَفَعَيِينَا بِالْخَلْقِ الأوَّلِ بَلْ هُمْ فِي لَبْسٍ مِنْ خَلْقٍ جَدِيدٍ (١٥)

12. [21]Sebelum mereka, kaum Nuh, penduduk Rass dan Tsamud telah mendustakan (rasul-rasul),

13. Dan (demikian juga) kaum Aad, kaum Fir'aun dan kaum Luth,

14. dan (juga) penduduk Aikah serta kaum Tubba'[22]. Semuanya telah mendustakan rasul-rasul[23], maka berlakulah ancaman-Ku atas mereka[24].

15. [25]Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama?[26] (Sama sekali tidak), bahkan mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru[27].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan Al Qur’an yang mulia; luas maknanya dan sungguh agung, banyak sisi-sisinya dan banyak berkahnya serta banyak kebaikannya. Majd (mulia) artinya luasnya sifat dan agung, dan ucapan yang paling berhak disifati dengan itu (majd) adalah Al Qur’anul Karim yang mengandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian, yang mengandung kefasihan yang paling sempurna dan lafaz yang paling fasih, makna yang paling merata dan paling baik. Hal ini tentu mengharuskan untuk diikuti secara sempurna dan segera tunduk kepadanya serta bersyukur kepada Allah atas nikmat ini. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak menghargai nikmat-nikmat Allah dengan penghargaan yang semestinya. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, (Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri.

[2] Yakni orang-orang yang mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

[3] Yaitu Rasul yang memperingatkan mereka dengan neraka. Atau maksudnya, Beliau memperingatkan mereka sesuatu yang memadharratkan mereka agar mereka menjauhinya dan memerintahkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Beliau berasal dari jenis mereka sendiri yang memungkinkan mereka untuk menimba ilmu dari Beliau serta mengetahui keadaan Beliau serta kejujurannya. Namun mereka heran terhadap sesuatu yang tidak pantas diherankan.

[4] Dimana kekafiran dan pendustaan mereka mendorong mereka untuk mengatakan seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, bukan karena kurangnya kecerdasan dan pandangan mereka.

[5] Yakni sesuatu yang aneh, dimana keadaan mereka dalam dua kemungkinan; bisa anggapan aneh itu benar-benar terjadi pada mereka, maka jika demikian menunjukkan dalamnya kebodohan mereka dan lemahnya akal mereka seperti halnya orang yang gila yang menganggap aneh kata-kata orang yang berakal dan seperti orang yang bakhil yang merasa heran terhadap kedermawanan orang yang dermawan, dan keheranan mereka menunjukkan dalamnya kezaliman dan kebodohan mereka, atau bisa saja mereka heran karena tahu kesalahan mereka, maka ini merupakan kezaliman yang paling besar dan paling buruk.

[6] Selanjutnya Allah menyebutkan sisi keheranan mereka.

[7] Mereka menyamakan kemampuan Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu lagi sempurna dari berbagai sisi dengan kemampuan hamba yang fakir dan lemah dari berbagai sisi, serta menyamakan yang jahil yang tidak mengetahui sesuatu dengan yang mengetahui segala sesuatu, dimana Dia mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh-tubuh) mereka selama mereka berada dalam kubur mereka, dan Dia mencatat dalam kitab-Nya yang terpelihara dari perobahan (Lauh Mahfuzh) semua yang terjadi pada mereka ketika masih hidup dan setelah mereka mati.

[8] Ayat ini berdalih dengan kesempurnaan dan keluasan ilmu Allah untuk menunjukkan kekuasaan-Nya menghidupkan orang-orang yang telah mati.

[9] Maksudnya, ucapan yang muncul dari mereka adalah sikap membangkang dan mendustakan kebenaran yang kebenarannya berada pada posisi yang paling tinggi.

[10] Sesekali mereka mengatakan sebagai sihir, sesekali sebagai sya’ir dan sesekali sebagai dukun. Mereka tidak kokoh dalam sesuatu, bahkan mereka membagi-bagi Al Qur’an sebagian mereka percayai dan sebagian lagi mereka ingkari, masing-masing berkata tentang Beliau dan Al Qur’an dengan pendapatnya yang rusak. Demikianlah semua orang yang mendustakan kebenaran, keadaannya kacau balau, tidak ada arah dan hal yang tetap. Kita dapat melihat, semua urusannya bertentangan dan dibuat-buat. Sebaliknya, orang yang mengikuti kebenaran dan membenarkannya, maka akan lurus urusannya, lurus jalannya dan benarnya antara perbuatan dengan perkataannya.

[11] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan orang-orang yang mendustakan dan celaan mereka terhadap Rasul dan Al Qur’an yang dibawanya, maka Allah mengajak mereka untuk memperhatikan ayat-ayat-Nya yang ada di ufuk langit agar mereka mengambil pelajaran dan berdalih dengannya untuk menunjukkan hakikat kebenaran.

[12] Ketika mereka mengingkari kebangkitan.

[13] Yang tidak perlu susah payah menyaksikannya, bahkan dapat melihatnya dengan mudah.

[14] Tanpa tiang.

[15] Dengan bintang-bintang. Tampak indah dilihat dan tidak tampak adanya cacat dan kekurangan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikannya sebagai atap bagi penghuni bumi dan menyediakan di dalamnya segala kebutuhan dharuri (penting) yang dibutuhkan.

[16] Yakni Allah melapangkannya dan meluaskannya agar semua makhluk hidup dapat tinggal di atasnya dan dapat menetap serta Dia menyiapkan semua maslahatnya, dan menancapkan gunung-gunung agar tidak goncang.

[17] Yang menyenangkan orang yang melihatnya dan membuat tercengang orang yang memandangnya serta menyejukkan pandangannya. Tanaman-tanaman tersebut dapat dimakan manusia, dimakan hewan serta memberikan manfaat bagi mereka. Terlebih dengan kebun-kebun yang terdapat buah-buahan yang enak dimakan seperti anggur, delima, jeruk, apel dan buah-buahan lainnya. Adapula pohon kurma yang menjulang tinggi ke langit yang mempunyai mayang yang bersusun-susun yang di tangkainya terdapat rezeki bagi hamba, dimana mereka dapat memakannya dan menyimpannya. Belum lagi dengan apa yang Allah keluarkan dengan hujan dan yang dihasilkan dari sungai-sungai yang mengalir di permukaan bumi, dan dari biji-biji yang ada di bumi yang dapat dipanen seperti beras, gandum, jagung, dsb. Maka dengan memperhatikan semua itu terdapat pelajaran yang dengannya seseorang dapat melihat dari butanya kebodohan sekaligus sebagai pengingat terhadap hal yang bermanfaat pada agama dan dunianya, dan ia pun dapat mengingat apa yang Allah dan Rasul-Nya beritakan, namun hal itu tidak untuk semua orang, bahkan hanya untuk hamba yang kembali (tunduk Allah).

Kesimpulannya, bahwa apa yang tampak di alam semesta berupa penciptaan yang besar, indah dan rapi terdapat dalil yang menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah, kebijaksanaan-Nya dan ilmu-Nya. Demikian pula apa yang ada di sana berupa manfaat dan maslahat bagi hamba terdapat dalil yang menunjukkan luasnya rahmat Allah dan meratanya kepemurahan-Nya. Apa yang tampak di sana berupa besarnya ciptaan Allah, rapih dan indahnya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala Mahaesa, Tuhan yang semuanya bergantung kepada-Nya, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia, dan bahwa tidak ada yang berhak diibadahi, diberikan kehinaan dan dicintai selain Allah Ta’ala.

[18] Yakni yang menghadap kepada-Nya dengan mencintai-Nya, takut dan berharap kepada-Nya serta memenuhi seruan-Nya. Adapun orang yang mendustakan atau berpaling, maka peringatan dan ayat-ayat tidaklah bermanfaat baginya.

[19] Dihidupkan-Nya bumi setelah matinya terdapat dalil bahwa Allah mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati untuk diberi-Nya balasan.

[20] Lalu mengapa kamu mengingkarinya?

[21] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan mereka (orang-orang kafir) dengan ayat-ayat-Nya yang ada di langit dan yang ada di bumi, maka Dia menakut-nakuti mereka dengan hukuman-Nya kepada umat-umat terdahulu dan agar mereka tidak terus-menerus mendustakan sehingga mereka ditimpa seperti yang menimpa saudara-saudara mereka yang mendustakan.

[22] Menurut penyusun kitab tafsir Al Jalaalain, Tubba’ adalah seorang raja di Yaman yang masuk Islam, lalu mengajak kaumnya masuk Islam, namun mereka mendustakannya. Menurut Syaikh As Sa’diy, Tubba’ adalah semua raja Yaman di zaman dahulu sebelum Islam, kaum Tubba’ mendustakan Rasul yang Allah utus kepada mereka, namun Allah tidak memberitahukan kepada kita siapa rasul yang didustakan tersebut. Wallahu a’lam.

[23] Mereka semua mendustakan para rasul yang diutus Allah, maka mereka berhak mendapatkan ancaman Allah dan hukuman-Nya, sedangkan kamu wahai orang-orang yang mendustakan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah lebih baik dari mereka, dan para rasul mereka tidaklah lebih mulia di sisi Allah dari rasul yang diutus kepada kamu. Oleh karena itu, berhati-hatilah jika kamu tetap mendustakan; kamu akan ditimpa seperti yang menimpa mereka.

[24] Yakni sudah mesti azab turun kepada mereka semua. Oleh karena itu, janganlah engkau wahai Muhammad bersempit dada karena kekafiran orang-orang Quraisy kepadamu.

[25] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berdalih dengan penciptaan-Nya yang pertama untuk menunjukkan berkuasanya Dia mengulangi penciptaan kembali.

[26] Yakni sama sekali tidak, sehingga Dia tidak pula letih mengulangi penciptaan kembali, bahkan mengulangi penciptaan lebih ringan bagi-Nya daripada memulai pertama kali.

[27] Yaitu pembangkitan.

1 komentar:

  1. Footnote no 22 seharusnya menerangkan bahwa Tubba' itu adalah kaum yang musyrik. Kemudian salah satu rajanya (yang terakhir) masuk Islam. Tetapi rakyatnya mendustakan dia (rujukan:tafsir Jalaalain dan Syaikh As Sa'diy)

    BalasHapus