Minggu, 07 April 2013

Tafsir Az Zukhruf Ayat 81-89

Ayat 81-89: Bantahan Al Qur’an tentang kepercayaan Tuhan mempunyai anak, bersihnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari sekutu dan anak dan perintah memperhatikan kerajaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

 

قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ (٨١) سُبْحَانَ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (٨٢) فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّى يُلاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ (٨٣) وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (٨٤)وَتَبَارَكَ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٨٥) وَلا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (٨٦) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (٨٧) وَقِيلِهِ يَا رَبِّ إِنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ لا يُؤْمِنُونَ (٨٨) فَاصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلامٌ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (٨٩)

Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 81-89

81. Katakanlah (Muhammad)[1], “Jika benar Tuhan Yang Maha Pengasih mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakan (anak itu)[2].

82. Mahasuci Tuhan pemilik langit dan bumi, Tuhan pemilik 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu[3].

83. Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main[4] sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka[5].

84. [6]Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi, dan Dialah Yang Mahabijaksana[7] lagi Maha Mengetahui[8].

85. Dan Mahatinggi Allah[9] yang memiliki kerajaan langit dan bumi, dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah ilmu tentang hari Kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

86. [10]Dan orang-orang yang menyeru kepada selain Allah tidak mendapat syafa'at (pertolongan di akhirat)[11]; kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini[12].

87. Dan jika engkau bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, "Allah; jadi bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)[13],

88. Dan (Allah mengetahui) ucapannya (Muhammad)[14], "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman.”

89. Maka berpalinglah dari mereka[15] dan katakanlah, "Salam (selamat tinggal)." Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk)[16].


[1] Kepada orang-orang yang mengatakan Allah punya anak, padahal Dia Maha Esa, semua makhluk bergantung kepada-Nya, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.

[2] Yakni akan tetapi kenyataannya Dia tidak punya anak, sehingga aku tidak menyembahnya. Oleh karena itulah, aku adalah orang yang pertama mengingkarinya dan menafikannya. Ayat ini merupakan hujjah yang besar yang menerangkan kebatilan perkataan mereka, dan bahwa tidak ada satu pun kebaikan, kecuali para rasul adalah orang yang pertama melakukannya, dan tidak ada satu pun keburukan kecuali para rasul adalah orang yang pertama meninggalkannya, mengingkarinya dan menjauhinya. Bisa juga maksud ayat ini adalah, bahwa jika Allah Yang Maha Pengasih punya anak, maka aku sebagai orang yang pertama beribadah kepada Allah, sehingga termasuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala adalah menetapkan apa yang ditetapkan-Nya dan meniadakan apa yang ditiadakan-Nya, dan hal ini termasuk ibadah pada perkataan dan keyakinan. Dengan demikian, jika hal itu benar tentu aku adalah orang yang pertama menetapkannya, sehingga dari sini diketahui kebatilan perkataan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa Allah punya anak baik secara akal maupun naql (nukilan).

[3] Yaitu penisbatan anak, istri, sekutu, penolong kepada-Nya Subhaanahu wa Ta'aala yang dilakukan oleh orang-orang musyrik.

[4] Di dunia. Oleh karena itu, ilmu mereka merugikan mereka dan tidak bermanfaat; mereka tenggelam dalam mengkaji ilmu-ilmu untuk menolak yang hak dan apa yang dibawa para rasul. Perbuatan mereka adalah main-main dan kebodohan, tidak membersihkan jiwa dan membuahkan pengetahuan. Oleh karena itu, pada lanjutan ayatnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam mereka dengan hari Kiamat, “Sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka.”

[5] Yaitu hari Kiamat, dimana mereka akan mengetahui apa yang mereka dapatkan, yaitu kesengsaraan yang kekal dan azab yang tetap.

[6] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia yang berhak disembah saja baik di langit maupun di bumi. Oleh karena itu, penghuni langit semuanya dan penduduk bumi yang beriman mereka beribadah kepada-Nya, mengagungkan-Nya, dan tunduk kepada kebesaran-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Terj. Ar Ra’d: 15)

Ayat di atas sama seperti firman-Nya, “Dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi.” (Terj. Al An’aam: 3) Yakni Dia yang disembah dan dicintai baik di langit maupun di bumi. Adapun Dzat-Nya, maka berada di atas ‘Arsyi-Nya, terpisah dengan makhluk-Nya, sendiri dengan keagungan-Nya dan mulia dengan kesempurnaan-Nya.

[7] Dia merapihkan ciptaan-Nya dan merapihkan syariat-Nya. Oleh karena itu, Dia tidaklah menciptakan sesuatu kecuali karena hikmah (kebijaksanaan) dan tidak mensyariatkan sesuatu kecuali karena hikmah, dan ketetapan-Nya baik yang qadari (terhadap alam semesta) maupun yang syar’i (dalam agama-Nya) juga mengandung hikmah.

[8] Terhadap hal yang bermaslahat bagi mereka. Dia mengetahui segala sesuatu, yang tampak maupun yang tersembunyi, dan tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan Allah Subhaanahu wa Ta'aala seberat dzarrah (debu) pun baik di langit maupun di bumi, demikian pula yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar.

[9] Tabaaraka artinya Mahatinggi, Maha Agung, Mahabanyak kebaikan-Nya, luas sifat-Nya dan Maha besar kerajaan-Nya. Oleh karena itu, Dia menyebutkan luasnya kerajaan-Nya meliputi langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya, demikian pula luas ilmu-Nya dan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga Dia sendiri saja dalam mengetahui banyak hal gaib yang tidak ada satu pun makhluk mengetahuinya, baik nabi yang diutus maupun malaikat yang didekatkan. Dia menerangkan bahwa di sisi-Nyalah pengetahuan tentang kapan datang hari Kiamat.

Di antara sempurnanya kerajaan-Nya dan luasnya adalah bahwa Dia yang memiliki dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Dia berfirman, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Yaitu di akhirat, lalu Dia akan memberikan keputusan di antara kamu dengan keputusan-Nya yang adil.

[10] Di antara sempurnanya kerajaan-Nya juga adalah tidak ada seorang pun yang berkuasa terhadap urusan-Nya, dan tidak ada yang berani memberi syafaat kecuali dengan izin-Nya.

[11] Syaikh As Sa’diy menerangkan, bahwa semua yang diibadahi selain Allah, baik para nabi, malaikat, maupun selain mereka tidak memiliki syafaat, dan mereka tidaklah memberi syafaat kecuali dengan izin Allah, dan lagi mereka pun tidak memberi syafaat kecuali kepada orang yang Allah ridhai. Oleh karena itulah pada lanjutan ayatnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini.” Dengan demikian, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi yang lain ‘alaihimush shalaatu was salam dapat memberi syafa'at setelah diberi izin oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan kepada orang yang diridhai-Nya.

[12] Yakni mengucapkan dengan lisannya dan mengakui dengan hatinya serta mengetahui (meyakini) apa yang diikrarkannya itu. Demikian pula disyaratkan pengakuan ini terhadap yang hak, yaitu bersaksi bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang berhak disembah saja (Laailaahaillallah), mengakui kenabian dan kerasulan para rasul-Nya dan benarnya apa yang mereka bawa, baik yang terkait dengan dasar agama maupun cabang, hakikat maupun syariat. Mereka inilah oran yang bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang memberi syafaat dan mereka inilah orang-orang yang selamat dari azab Allah serta mendapatkan pahala-Nya.

[13] Pengakuan mereka bahwa Allah Pencipta mereka mengharuskan mereka untuk beribadah hanya kepada-Nya. Hal ini merupakan dalil terbesar yang menunjukkan batilnya perbuatan syrik.

[14] Yaitu keluhannya kepada Tuhannya karena pendustaan kaumnya dan rasa sedihnya Beliau terhadapnya karena mereka tidak mau beriman. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui keadaan Beliau, mampu segera menyiksa mereka, akan tetapi Dia Maha halim (santun), Dia menundanya agar mereka bertobat dan kembali. Oleh karena itulah dalam ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, Maka berpalinglah dari mereka dan katakanlah, "Salam (selamat tinggal)."

[15] Yakni maafkanlah gangguan yang datang kepadamu dari mereka baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, dan jangan kamu sikapi selain dengan sikap yang dilakukan oleh orang-orang yang berakal dan berpandangan tajam terhadap orang-orang yang bodoh, yaitu sikap salam (selamat tinggal). Maka Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan perintah Tuhannya, dan menyikapi gangguan kaumnya dengan membiarkan dan memaafkan serta tidak membalas selain dengan berbuat ihsan kepada mereka serta ucapan yang baik. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Beliau atas kesabarannya.

[16] Yakni akibat perbuatan mereka.

Selesai tafsir surah Az Zukhruf dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kelembutan-Nya wal hamdulillahi awwalan wa aakhiran wa zhaahiran wa baathinan.

1 komentar:

  1. Melihat ayat ke 89.
    Pengertian salam bisa berarti selamat tinggal tidak selalu berarti sejahtera.

    BalasHapus