Senin, 25 Maret 2013

Tafsir Thaha Ayat 77-94

Ayat 77-79: Nabi Musa ‘alaihis salam keluar membawa kaumnya, pembelahan laut dan penenggelaman Fir’aun beserta bala tentaranya.

وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى (٧٧) فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ (٧٨) وَأَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهُ وَمَا هَدَى (٧٩

Terjemah Surat Thaha Ayat 77-79

77. [1]Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (bani Israil) pada malam hari, dan pukullah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu[2], (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam).”

78. Kemudian Fir'aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, tetapi mereka digulung ombak laut yang menenggelamkan mereka.

79. Dan Fir'aun telah menyesatkan kaumnya[3] dan tidak memberi petunjuk.

Ayat 80-82: Mengingatkan Bani Israil terhadap nikmat-nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada mereka.

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ قَدْ أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ الأيْمَنَ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى (٨٠)كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى (٨١) وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى (٨٢

Terjemah Surat Thaha Ayat 80-82

80. [4]Wahai bani Israil[5]! Sungguh, Kami telah menyelamatkan kamu dari musuhmu[6], dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu (untuk bermunajat) di sebelah kanan gunung itu (gunung Sinai)[7] dan Kami telah menurunkan kepada kamu manna dan salwa.  

81. Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas[8], yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Barang siapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh, binasalah dia[9].

82. [10]Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat[11], beriman[12] dan beramal saleh, kemudian tetap dalam petunjuk[13].

Ayat 83-94: Pengkhianatan Bani Israil, penyembahan mereka kepada patung anak sapi, penjelasan bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap orang yang dipimpinnya, dan teguran Musa ‘alaihis salam kepada Harun ‘alaihis salam.

وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى (٨٣) قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى (٨٤) قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ (٨٥) فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي (٨٦) قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (٨٧) فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (٨٨) أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا (٨٩) وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (٩٠) قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (٩١) قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا (٩٢) أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي (٩٣) قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي (٩٤

Terjemah Surat Thaha Ayat 83-94

83. [14]“Dan mengapa engkau datang[15] lebih cepat daripada kaummu, wahai Musa[16]?”

84. Musa berkata, "Mereka itu sedang menyusul aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku)[17].”  

85. Allah berfirman, "Sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan[18], dan mereka telah disesatkan oleh Samiri[19] (dengan menyembah anak sapi).”

86. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Musa berkata, "Wahai kaumku! Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik[20]? Apakah terlalu lama masa perjanjian itu bagimu[21] atau kamu menghendaki agar kemurkaan Tuhanmu menimpamu[22], mengapa kamu melanggar perjanjianmu dengan aku[23]?"

87. Mereka berkata, "Kami tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir’aun) itu[24], kemudian kami melemparkannya (ke dalam api)[25], dan demikian pula Samiri melemparkannya,”

88. Kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan[26] (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara[27] untuk mereka, maka mereka berkata[28], "Inilah Tuhanmu dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.”

89. Maka tidakkah mereka memperhatikan bahwa (patung) anak sapi itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak kuasa meolak mudharat maupun mendatangkan manfaat[29] kepada mereka[30]?

90. Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, "Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan (patung anak sapi) itu dan sungguh, Tuhanmu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku[31].”  

91. Mereka menjawab, "Kami tidak akan meninggalkannya dan tetap menyembahnya (patung anak sapi) sampai Musa kembali kepada kami.”

92. Dia (Musa) berkata[32], "Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat,

93. (sehingga) engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau telah (sengaja) melanggar perintahku[33]?"

94. Dia (Harun) menjawab, "Wahai putra ibuku! Janganlah engkau pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku[34]. Aku sungguh khawatir engkau akan berkata (kepadaku)[35], "Engkau telah memecah belah antara bani Israil dan engkau tidak memelihara amanatku[36].”


[1] Ketika Musa telah menunjukkan bukti-bukti kebenarannya kepada Fir’aun dan kaumnya, Beliau tinggal di Mesir mengajak mereka masuk Islam dan berusaha melepaskan bani Israil dari cengkraman Fir’aun dan penyiksaannya, sedangkan Fir’aun di atas sikap melampaui batas dan menjauh dari kebenaran, tugas yang diberikannya kepada bani Israil begitu berat. Allah memperlihatkan kepadanya ayat-ayat-Nya dan sesuatu yang dapat diambil pelajaran sebagaimana yang disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an. Ketika itu, bani Israil tidak mampu menampakkan keimanannya, oleh karenanya mereka menjadikan rumah mereka sebagai masjid atau tempat shalat, dan mereka tetap bersabar terhadap Fir’aun dan gangguannya. Allah hendak menyelamatkan mereka dari musuh mereka, memberikan tempat kepada mereka di bumi dan agar mereka dapat beribadah kepada-Nya secara terang-terangan serta melaksanakan perintah-Nya, maka Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya Musa ‘alaihis salam untuk membawa pergi bani Israil di malam hari dan memberitahukan kepadanya bahwa Fir’aun dan kaumnya akan menyusul mereka. Berangkatlah bani Israil di awal malam, baik laki-laki, wanita maupun anak-anak. Ketika pagi harinya, ternyata di sana sudah tidak ada lagi yang memanggil dan memenuhi panggilan (agak sepi), maka Fir’aun marah dan mengirimkan orang-orangnya untuk mengumpulkan kaumnya mendorong mereka untuk keluar mengejar bani Israil demi melampiaskan kemarahaannya, namun Allah berkuasa terhadap urusannya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Ketika itu berkumpullah semua tentara Fir’aun lalu mereka pergi bersama Fir’aun mendatangi bani Israil, dan mereka pun dapat menyusulnya di pagi hari. Saat bani Israil melihat pasukan Fir’aun, mereka pun kebingungan dan gelisah; Fir’aun di belakang mereka sedangkan laut di depan mereka, namun Musa tetap tenang dan yakin terhadap janji Tuhannya, dia berkata, “Sekali-kali kita tidak akan tersusul! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Maka Allah mewahyukan kepadanya untuki memukul laut dengan tongkatnya, lalu Musa memukulnya dan terbukalah 12 jalan, dan ketika itu air laut seperti gunung yang tinggi; di kanan dan di kiri jalan, Allah juga mengeringkan jalan yang mereka lalui, maka bani Israil menempuh jalan-jalan itu, lalu Fir’aun dan tentaranya mengikuti jalan itu. Ketika kaum Musa telah keluar dari laut itu seluruhnya, sedangkan Fir’aun dan tentaranya masih berada di jalan-jalan tersebut, maka Allah memerintahkan laut untuk menyatu dan tenggelamlah mereka dalam laut itu tanpa ada yang selamat, sedangkan bani Israil menyaksikan musuh mereka tenggelam sehingga hati mereka pun puas, inilah akibat dari kekafiran dan kesesatan, serta tidak menggunakan petunjuk Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[2] Membuat jalan yang kering di dalam laut itu ialah dengan memukul laut itu dengan tongkat. Lihat ayat 63 surat Asy Syu'araa.

[3] Karena mengajak mereka menyembahnya. Demikian juga karena ia menghiasi kekufuran di hadapan kaumnya, memperburuk apa yang dibawa Nabi Musa ‘alaihis salam dan mempengaruhi mereka.

[4] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan kepada bani Israil nikmat-Nya yang besar yang diberikan kepada mereka, yaitu dibinasakan-Nya musuh mereka dan diturunkan-Nya kitab Taurat yang di sana terdapat hukum-hukum yang agung dan berita-berita yang besar, sehingga sempurnalah nikmat agama yang mereka peroleh setelah nikmat dunia. Demikian pula nikmat-Nya yang diberikan kepada mereka di saat mereka tersesat di padang sahara, yaitu Manna dan Salwa serta rezeki yang lapang tanpa susah payah.

[5] Bani Israil yang dipanggil ini adalah orang-orang Yahudi pada zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mereka diseru dengan menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada nenek-moyang mereka pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam agar mereka siap menerima firman Allah Ta’ala yang ditujukan kepada mereka.

[6] Yaitu Fir’aun dengan menenggelamkannya.

[7] Yang bermunajat dengan Allah ialah Nabi Musa ‘alaihis salam tetapi di sini disebut kamu sekalian karena manfaat munajat itu kembali kepada Nabi Musa ‘alaihis salam dan bani Israil semuanya. Perjanjian yang dijanjikan itu adalah untuk bermunajat dan menerima Taurat.

[8] Yakni dengan kufur kepada nikmat-nikmat Allah tersebut, misalnya menggunakan rezeki tersebut untuk bermaksiat kepada-Nya.

[9] Bisa juga diartikan dengan, “Jatuh ke neraka.”

[10] Meskipun demikian, yakni seseorang sampai mengerjakan berbagai kemaksiatan, tetapi pintu tobat tetap terbuka selama ajal belum tiba.

[11] Dari syirk, bid’ah dan kefasikan.

[12] Yakni mentauhidkan Allah, atau beriman kepada rukun iman yang enam.

[13] Sampai akhir hayat. Orang yang seperti ini, yakni bertobat, beriman, beramal saleh dan istiqamah di atas petunjuk akan Allah ampuni dosa-dosanya, karena ia telah mengerjakan sebab terbesar untuk diampuni dosa dan diberi rahmat. Bahkan sebab-sebab diampuni dosa terletak pada semua ini; tobat menghapuskan kesalahan yang telah lalu, Islam dan Iman menghilangkan perbuatan buruk yang telah berlalu, amal saleh yang merupakan kebaikan dapat menghilangkan keburukan, dan menempuh jalan hidayah dengan segala macamnya (seperti belajar, mentadabburi ayat dan hadits sehingga paham maksudnya, mengajak manusia kepada Allah, membantah kekafiran, kebid’ahan, dan kesesatan, berjihad, berhijrah dsb. yang termasuk bagian hidayah) semuanya menghapuskan dosa-dosa.

[14] Allah telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) setelah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Dia menyempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Musa pun bersegera mendatangi tempat perjanjian karena rindu kepada Tuhannya dan mengharapkan janji-Nya.

[15] Untuk menerima Taurat.

[16] Yakni mengapa engkau tidak sabar dahulu, sehingga datang bersama dengan mereka.

[17] Yakni yang membuatku pergi mendahului mereka adalah karena ingin dekat dengan-Mu, mengharapkan ridha-Mu dan karena rindu kepada-Mu.

[18] Ternyata mereka tidak sabar ketika diuji, mereka malah kufur dengan menyembah anak sapi.

[19] Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Samiri adalah seorang penduduk Bajarma, di mana mereka biasa menyembah sapi. Kecintaan menyembah sapi ada dalam diri Samiri. Ketika itu ia menampakkan masuk Islam bersama bani Israil. Nama Samiri adalah Musa bin Zhufr. Qatadah berkata, “Ia berasal dari kampung Samira.”

[20] Yakni Dia akan memberikan kitab Taurat.

[21] Yakni masa berpisahku dengan kamu, atau maksudnya, apakah masa kenabian dan kerasulan telah lama berlalu atasmu, sehingga kamu tidak memiliki ilmu tentang kenabian dan sisa peninggalannya, dan jejak-jejaknya telah hilang sehingga kamu menyembah selain Allah karena merebaknya kebodohan dan tidak memiliki ilmu tentang peninggalan rasul? Bukankah tidak demikian? Bahkan kenabian ada di tengah-tengah kamu, ilmu ada, sehingga uzur tidak diterima. Ataukah maksudmu, agar kemurkaan Tuhanmu turun menimpamu.

[22] Dengan menyembah anak sapi.

[23] Yakni janji untuk datang setelahku, atau ketika aku memerintahkan kamu beristiqamah dan mengangkat Harun untuk menggantikanku untukmu, tetapi kamu tidak menghormatinya dan mendengarkan kata-katanya.

[24] Yang pernah mereka pinjam dari kaum Fir’aun (orang-orang Qibth). Saat mereka keluar dari Mesir, perhiasan itu ada pada mereka, lalu mereka taruh. Kemudian mereka mengumpulkan kembali ketika Musa pergi untuk meminta pendapat Beliau tentang perhiasan tersebut setelah pulang bermunajat.

[25] Dengan perintah Samiri.

[26] Dan membentuk.

[27] Mereka membuat patung anak sapi dari emas. Para mufassir berpendapat bahwa patung itu tetap patung tidak bernyawa, dan suara yang seperti sapi itu hanyalah disebabkan oleh angin yang masuk ke dalam rongga patung itu dengan tekhnik yang dikenal oleh Samiri waktu itu dan sebagian mufassir ada yang menafsirkan bahwa patung yang dibuat dari emas itu kemudian menjadi tubuh yang bernyawa dan mempunyai suara sapi sebagai cobaan bagi bani Israil.

[28] Mereka terfitnah oleh patung anak sapi itu sehingga menyembahnya. Hal ini karena kebodohan mereka dan lemahnya akal mereka, saat mereka menyaksikan sesuatu yang aneh, di mana benda yang awalnya diam menjadi bersuara. Ketika Harun melarang, mereka tidak mau berhenti.

[29] Padahal para penyembahnya lebih baik keadaannya daripada yang disembah (patung itu). Para penyembahnya mampu berbicara, sedangkan patung tersebut tidak dapat berbicara. Para penyembahnya mampu berbuat ini dan itu, sedangkan patung tersebut tidak mampu berbuat apa-apa.

[30] Lalu mengapa sampai dituhankan?

[31] Dengan demikian alasan mereka tidak diterima, karena Harun telah melarang mereka dan memberitahukan, bahwa hal itu merupakan fitnah (cobaan). Namun ternyata, mereka tidak menghiraukan kata-kata Harun dan tetap menyembahnya sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[32] Setelah kembali.

[33] Yaitu perintah Musa ‘alaihis salam kepadanya, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan." (lihat Al A’raaf: 142).

[34] Musa ‘alaihis salam memegang janggut Harun dengan tangan kirinya, dan memegang rambut kepalanya dengan tangan kanannya karena marah.

[35] Yakni engkau telah memerintahkan kepadaku agar aku menggantikanmu memimpin bani Israil. Jika aku mengikuti(menyusul)mu, tentu aku meninggalkan perintahmu untuk tetap bersama bani Israil.

[36] Karena meninggalkan mereka, sehingga mereka tidak memiliki pemimpin, di mana hal itu dapat memecah belah mereka. Maka Musa menyesal terhadap tindakannya kepada saudaranya, padahal saudaranya tidak patut dicela, ia pun berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Lihat Al A’raaf: 151) setelah itu Nabi Musa ‘alaihis salam mendatangi Samiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar