Juz 11
Ayat 94-96: Menerangkan tentang orang-orang yang mendapatkan uzur dan celaan kepada orang-orang yang tidak ikut berjihad tanpa ada uzur
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٩٤) سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (٩٥) يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٩٦)
Terjemah Surat At Taubah Ayat 94-96
94.[1] Mereka (orang-orang munafik yang tidak ikut berperang) akan mengemukakan alasannya kepadamu, ketika kamu telah kembali kepada mereka. Katakanlah (Muhammad), "Janganlah kamu mengemukakan alasan; kami tidak percaya lagi kepadamu, sungguh, Allah telah memberitahukan kepada Kami tentang beritamu[2]. Dan Allah akan melihat pekerjaanmu[3], (demikian pula) Rasul-Nya kemudian kamu dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan[4];
95.[5] Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika kamu kembali kepada mereka[6], agar kamu berpaling dari mereka[7]. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu berjiwa kotor dan tempat mereka neraka Jahannam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
96. Mereka akan bersumpah kepadamu agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi sekalipun kamu ridha kepada mereka, Allah tidak akan ridha kepada orang-orang yang fasik[8].
Ayat 97-99: Orang-orang Arab baduwi terbagi dua; ada yang munafik dan ada yang mukmin, dan masing-masing berbeda balasannya
الأعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٩٧) وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٩٨) وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٩٩)
Terjemah Surat At Taubah Ayat 97-99
97. Orang-orang Arab Badui itu[9] lebih kuat kekafiran dan kemunafikannya[10], dan sangat wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya[11]. dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
98. Di antara orang-orang Arab Badui itu ada yang memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagi suatu kerugian[12]; dia menanti-nanti mara bahaya menimpamu[13], merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui[14].
99.[15] Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian[16], dan memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah[17] dan sebagai jalan untuk (memperoleh) doa rasul. Ketahuilah, sesungguhnya infak itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[18].
Ayat 100: Menyebutkan keridhaan Allah kepada generasa yang lebih dulu masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٠٠)
Terjemah Surat At Taubah Ayat 100
100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)[19] di antara orang-orang muhajirin[20] dan anshar[21] dan orang-orang yang mengikuti mereka[22] dengan baik[23], Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya[24]. Itulah kemenangan yang agung.
Ayat 101-106: Tersebarnya kaum munafik di setiap tempat, diterimanya tobat orang-orang yang bertobat, perintah kepada pemerintah Islam untuk memungut zakat, dan dorongan untuk beramal dan tidak bersikap malas
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (١٠١) وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٠٢) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (١٠٤)وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لأمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (١٠٦
Terjemah Surat At Taubah Ayat 101-106
101. Di antara orang-orang Arab Badui yang (tinggal) di sekitarmu[25], ada orang-orang munafik. Dan di antara penduduk Madinah (ada juga orang-orang munafik), mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau (Muhammad) tidak mengetahui mereka[26], (tetapi) Kami mengetahuinya. nanti mereka akan Kami siksa dua kali[27], kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar[28].
102. Dan (ada pula) orang lain yang mengakui[29] dosa-dosa mereka[30], mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik[31] dengan pekerjaan lain yang buruk[32]. Mudah-mudahan Allah menerima tobat[33] mereka[34]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[35].
103.[36] Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan[37] dan menyucikan[38] mereka, dan berdoalah untuk mereka[39]. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar[40] lagi Maha Mengetahui[41].
104. [42]Tidakkah mereka mengetahui[43], bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya[44] dan menerima zakat(nya)[45], dan bahwa Allah Maha Penerima tobat[46] lagi Maha Penyayang?[47]
105. Dan Katakanlah[48], "Berbuatlah kamu[49], maka Allah akan melihat perbuatanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin[50], dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan[51].”
106. Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; mungkin Allah akan mengazab mereka[52] dan mungkin Allah akan menerima tobat mereka[53]. Allah Maha Mengetahui[54] lagi Mahabijaksana[55].
[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan tentang sikap kaum munafik yang tidak mau berperang dengan mengemukakan uzur yang sebenarnya tidak dapat diterima, maka di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa mereka akan datang mengemukakan uzur setelah Beliau pulang dari perang.
[2] Dan berita yang disampaikan-Nya adalah berita yang paling benar.
[3] Apakah setelahnya kamu akan berhenti dari perbuatan buruk yang kamu lakukan atau tetap terus? Dan Pekerjaan atau perbuatan merupakan ukuran benar-tidaknya kata-kata yang diucapkannya.
[4] Oleh karena itu, Dia akan memberikan balasan terhadapnya tanpa menzalimi sedikit pun.
[5] Ibnu Jarir meriwayatkan, bahwa Abdullah bin Ka’ab berkata: Aku mendengar Ka’ab bin Malik berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari Tabuk, Beliau duduk menghadap orang-orang. Ketika Beliau sedang berbuat begitu, tiba-tiba orang-orang yang tidak ikut berperang datang dan mengemukakan uzur sambil bersumpah. Jumlah mereka ada delapan puluh orang lebih, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerima lahiriah mereka, membai’at mereka dan memintakan ampunan untuk mereka, serta menyerahkan batin mereka kepada Allah, sedangkan aku berkata jujur.” Ka’ab melanjutkan kata-katanya, “Demi Allah, tidak ada nikmat yang Allah berikan kepadaku yang paling besar bagiku setelah ditunjukkan-Nya ke dalam Islam daripada kejujuranku, sehingga aku tidak berkata dusta yang membuatku binasa sebagaimana mereka yang berdusta binasa. Sesungguhnya Allah berfirman kepada mereka yang berdusta ketika Dia menurunkan wahyu dengan firman-Nya yang lebih keras dari apa yang difirmankan-Nya kepada seseorang, “Sayahlifuuna billahi lakum idzanqalabtum ilaihim…dst. Sampai Fa innallaha laa yardhaa ‘anil qaumil faasiqiin.” (At Taubah: 95-96). (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih).
Dari beberapa ayat di atas dapat diketahui, bahwa pelaku dosa tersebut (yakni mereka yang tidak berperang) disikapi dengan beberapa sikap; ada yang diterima kata-kata dan uzurnya, ada yang diberi hukuman dan ta’zir (sanksi menurut ijtihad hakim) terhadap dosa mereka, dan ada pula yang ditinggalkan (yakni tidak dipedulikan) dan tidak usah dihukum karena najis (kotor)nya batin dan amal mereka sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas, dan inilah yang paling buruk, wal ‘iyaadz billah.
[6] Yakni dari Tabuk, bahwa mereka tidak ikut karena beruzur.
[7] Yakni tidak mencela mereka.
[8] Ridhamu terhadap mereka tidaklah bermanfaat jika Allah murka, dan lagi tidak sepatutnya seorang mukmin ridha kepada orang yang tidak diridhai Alah, bahkan seharusnya ridha mereka mengikuti keridhaan Allah sebagaimana kebencian mereka mengikuti kebencian-Nya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kalau pun uzur mereka diterima dan mereka diridhai oleh kaum mukmin, maka bukan berarti mereka dicintai dan bukan sebagai kemuliaan bagi mereka.
Perhatikan kata-kata “Fa innallaha laa yardhaa ‘anil qaumil faasiqiin” (artinya: sesungguhnya Alah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik), Allah tidak mengatakan, “Fa innallaha laa yardhaa ‘anhum” (artinya: Allah tidak ridha kepada mereka) untuk menunjukkan bahwa pintu tobat terbuka, dan bahwa jika mereka bertobat, maka Allah akan menerima tobat dan meridhai mereka. Tetapi jika mereka tetap berbuat fasik, yakni keluar dari ketaatan, maka Allah tidak ridha kepada mereka.
[9] Orang-orang Badui adalah orang-orang Arab yang berdiam di padang pasir yang hidupnya selalu berpindah-pindah.
[10] Daripada penduduk kota atau kampung karena sifat kasar mereka, dan tabi’at mereka yang keras serta jauhnya mereka dari mendengarkan Al Qur’an; dari mengetahui syari’at maupun hukum-hukum Islam. Berbeda dengan penduduk kota atau kampung, di mana mereka dekat dengan ilmu agama, oleh karenanya mereka memiliki bayangan mana yang baik dan ada keinginan mengerjakan kebaikan karena banyak mengetahui jalan-jalan kebaikan, tabi’at mereka lembut, dsb. Meskipun demikian, di daerah kota dan badui ada saja orang-orang kafir dan munafik.
[11] Berupa hukum-hukum dan syari’at.
[12] Karena mereka tidak mencari keridhaan Allah dan mengharapkan pahalanya, bahkan mengeluarkannya karena terpaksa. Seperti yang dilakukan Bani Asad dan Ghatfan.
[13] Karena bencinya mereka kepada kaum mukmin.
[14] Dia mengetahui niat semua hamba dan amalan yang muncul darinya berupa keikhlasan atau selainnya.
[15] Tidak semua orang-orang Arab badui tercela, bahkan di antara mereka ada yang mukmin, dirinya selamat dari kekafiran dan kemunafikan serta mengerjakan konsekwensi keimanan.
[16] Seperti suku Juhainah dan Muzainah.
[17] Sebagai jalan untuk mencari keridhaan-Nya dan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
[18] Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak mencela mereka karena tinggal mereka di daerah badui, akan tetapi Dia mencela mereka karena meninggalkan perintah Allah. dan bahwa mereka berada di tempat yang jauh dari ilmu sehingga berpeluang besar untuk terjatuh ke dalam maksiat. Ayat ini juga menunjukkan keutamaan ilmu agama, dan bahwa orang yang jauh dari ilmu lebih dekat kepada keburukan. Demikian juga menunjukkan bahwa ilmu yang paling bermanfaat adalah mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, seperti dasar-dasar agama (Aqidah), dan furu’nya (fiqh), di mana dengan mengetahuinya seseorang dapat mengamalkannya. Demikian pula bahwa sepatutnya seorang mukmin melakukan kewajiban dengan dada yang lapang, jiwa yang tenang, dan tidak menganggapnya sebagai suatu kerugian.
[19] Mereka adalah orang-orang yang lebih dulu dan bersegera beriman, berhijrah dan berjihad, serta menegakkan agama Allah. Ada yang mengatakan, bahwa mereka ini adalah para sahabat yang hadir dalam perang Badar, atau bisa maksudnya semua para sahabat.
[20] Yaitu para sahabat yang berhijrah dari Mekah ke Madinah; yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong agama Allah dan Rasul-Nya.
[21] Yaitu para sahabat yang menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) kaum muhajirin. Mereka mencintai kaum muhajirin dan lebih mengutamakan kaum muhajirin di atas diri mereka sendiri, meskipun mereka dalam kesusahan.
[22] Mereka mengikuti ‘Aqidah, ibadah, manhaj (cara beragama) kaum muhajirin dan Anshar.
[23] Yakni dengan memperbaiki amalan. di mana mereka berdoa, "Ya Tuhan Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian ada dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (lihat pula Al Hasyr: 8-10)
[24] Dan tidak ada keinginan di hati mereka untuk pindah, karena apa yang mereka inginkan ada dan apa yang mereka harapkan telah tersedia.
[25] Maksudnya adalah orang-orang badui yang tingal di sekitar Madinah.
[26] Sehingga tidak bisa menyikapi mereka sesuai kemunafikannya, dan Allah memiliki hikmah yang besar dalam hal tersebut.
[27] Seperti dengan tertimpa kesedihan, duka cita dan dongkolnya hati ketika kemenangan diraih kaum mukmin, atau diazab ketika di kubur. Kata-kata “dua kali” ini bisa juga maksudnya bahwa Allah akan memperkeras siksa-Nya, melipatgandakannya dan mengulang-ulanginya.
[28] Di akhirat.
[29] Mengakui, menyesali, berusaha untuk bertobat dan membersihkan diri dari noda-noda dosa dan maksiat.
[30] Seperti tidak ikut berperang, dsb.
[31] Seperti jihad mereka sebelum itu atau pengakuan mereka terhadap dosa, dsb.
[32] Yaitu tidak ikut berperang. Mereka mengerjakan yang baik dan yang buruk, berani berbuat maksiat dan lalai terhadap kewajiban, namun mengakui kesalahannya dan berharap kepada Allah agar Dia mengampuni mereka.
[33] Tobat dari Allah untuk hamba-hamba-NYa ada dua; diberi-Nya taufik untuk bertobat, dan diterimanya tobat itu dari mereka.
[34] Menurut riwayat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid ketika sampai kepada mereka wahyu yang turun berkenaan dengan orang-orang munafik. Mereka bersumpah, tidak ada yang boleh melepas ikatan mereka selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membukanya. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membukanya, mereka kemudian datang membawa hartanya dan berkata, “Wahai Rasulullah, inilah harta kami yang tertinggal darimu, maka sedekahkanlah, bersihkanlah kami dan mintakanlah ampunan untuk kami.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak diperintahkan mengambil hartamu sedikit pun.” Maka Allah menurunkan ayat, “Khudz min amwaalihim shadaqah…dst.” (At Taubah: 103)
Sedangkan selain mereka yang kurang begitu sungguh-sungguh dalam bertobat seperti halnya Abu Lubabah, yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Maraarah bin Rabi’, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersikap diam terhadap mereka dan melarang para sahabat berbicara dan bergaul dengan mereka sampai rasa gelisah menimpa mereka dan bumi yang luas terasa sempit sebagaimana akan disebutkan kisahnya di ayat 118. Mereka bertiga tergolong orang-orang yang ikut perang Badar, sebagian orang ada yang berkata, “Mereka binasa.” Sedangkan yang lain berkata, “Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka.” Kepada mereka ditangguhkan keputusan Allah, dan mereka tidak mengetahui; apakah mereka akan diazab atau diberi rahmat sehingga turun ayat 118 tentang diterimanya tobat mereka setelah berlalu 50 malam.
[35] Dia mengampuni dan menyayangi, di mana semua makhluk tidak lepas dari ampunan dan kasih sayang-Nya, bahkan dunia ini tidak akan tetap tanpa keduanya. Di antara ampunan-Nya adalah bahwa orang-orang yang telah berbuat dosa begitu banyak, yakni mereka yang mengisi umur mereka dengan perbuatan buruk, jika mereka bertobat meskipun tobatnya tidak jauh dari hari kematiannya, maka Allah akan memaafkannya dan menghapuskan kesalahannya. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mencampur amal saleh dengan amal buruk, di mana ia mengakui dosanya dan menyesalinya berada di bawah rasa cemas dan harap, dan lebih dekat untuk selamat. Adaun orang yang mencampur amal baik dengan amal buruk, namun tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatannya, bahkan tetap di atas dosa, maka keadaannya sangat mengkhawatirkan.
[36] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya dan orang yang menjadi penggantinya, seperti imam kaum muslimin untuk memungut zakat dari kaum mukmin demi membersihkan mereka dan menyempurnakan imannya.
[37] Maksudnya zakat itu membersihkan mereka dari dosa dan akhlak tercela, dari kekikiran, dan dari cinta yang berlebihan kepada harta benda.
[38] Zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan mengembangkan harta mereka.
[39] Yakni untuk kaum mukmin secara umum, dan kususnya kepada mereka yang menyerahkan zakat. Dalam ayat ini terdapat anjuran mendoakan mereka yang membayar zakat, baik oleh imam atau wakilnya, dan sebaiknya diperdengarkan agar hati orang yang menyerahkan zakat merasa tenteram. Ayat ini juga menunjukkan, bahwa dianjurkan menyampaikan kegembiraan di hati orang mukmin dan mendoakannya untuk menenangkan hatinya. Demikian juga agar kita menyemengatkan mereka yang berinfak dan beramal saleh dengan doa, pujian dsb.
[40] Dia mendengar doamu, mendengar yang akan menjadikan-Nya mengabulkan permohonan.
[41] Dia mengetahui keadaan hamba dan niat mereka, membalas masing-masing yang beramal sesuai amalnya dan sesuai niatnya. Terhadap perintah ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakannya, Beliau menyuruh para sahabat berzakat dan mengirimkan petugas zakat untuk mengumpulkan zakat dari tempat yang jauh. Apabila ada orang yang datang kepada Beliau membawa zakatnya, maka Beliau mendoakannya.
[42] Pertanyaan ini adalah untuk menetapkan, dan tujuannya agar mendorong mereka bertobat dan bersedekah.
[43] Yakni tidakkah mereka menetahui luasnya rahmat Allah dan meratanya kepemurahan-Nya.
[44] Betapa pun besar dosanya, bahkan sangat gembira dengan tobat hamba-hamba-Nya.
[45] Dia menerima zakat itu dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya lalu mengembangkannya sebagaimana seseorang mengembangbiakkan anak kudanya, bahkan satu kurma bisa menjadi banyak seperti gunung yang besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا تَصَدَّقَ أَحَدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ - وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ - إِلاَّ أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ وَإِنْ كَانَتْ تَمْرَةً فَتَرْبُو فِى كَفِّ الرَّحْمَنِ حَتَّى تَكُونَ أَعْظَمَ مِنَ الْجَبَلِ كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ فَصِيلَهُ
“Tidaklah seseorang bersedekah dari yang baik –dan Allah tidak menerima kecuali dari yang baik- melainkan Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Jika berupa satu buah kurma, maka akan berkembang di telapak tangan Ar Rahman sehingga besar melebihi gunung, sebagaimana salah seorang di antara kamu membesarkan anak kuda atau anak untanya.” (HR. Muslim)
[46] Ia banyak menerima tobat orang-orang yang bertobat. Oleh karena itu, barang siapa bertobat kepada-Nya, maka Dia akan menerimanya meskipun telah berulang kali melakukan kemaksiatan, dan Dia tidak pernah bosan menerima tobat hamba-Nya, maka janganlah bosan.
[47] Di mana rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, dan ditetapkan rahmat itu di akhirat untuk orang-orang yang bertakwa.
[48] Kepada orang-orang munafik.
[49] Sesuka hatimu dan tetaplah di atas kebatilanmu, namun jangan kamu kira, bahwa yang demikian tersembunyi bagi-Nya. Dalam ayat ini terdapat ancaman bagi mereka yang tetap di atas kebatilan, kesesatan dan maksiatnya.
[50] Yakni amalmu akan semakin jelas. Makna ayat ini bisa juga, bahwa amal yang kamu lakukan baik atau buruk, maka Allah mengetahunya, demikian pula Rasul-Nya dan kaum mukmin meskipun tersembunyi.
[51] Dan diberikan balasan.
[52] Dengan mematikan mereka tanpa bertobat.
[53] Mereka adalah Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Maraarah bin Rabi’, Mereka tidak ikut berperang bukan karena kemunafikan, tetapi karena malas dan lebih cenderung kepada kehidupan yang menyenangkan.
[54] Keadaan hamba dan niat mereka.
[55] Dia meletakkan sesuatu pada tempatnya, jika hikmah (kebijaksanaan)-Nya menghendaki untuk mengampuni dan menerima tobat mereka, maka Dia akan mengampuni dan menerima tobat mereka, dan jika hikmah-Nya menghendaki untuk membiarkan mereka dan tidak memberi taufik mereka untuk bertobat, maka Dia melakukannya.
sip
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswalhamdulillah....:-)
BalasHapus