Ayat 74-77: Bantahan Al Qur’an dengan dalil yang qath’i terhadap orang yang menganggap Al Masih sebagai tuhan atau salah satu dari yang tiga, dan berlepasnya Al Masih ‘alaihis salam dari anggapan tersebut
أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٧٤) مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٧٥) قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (٧٦) قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (٧٧)
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 74-77
74.[1] Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah[2] dan memohon ampunan kepada-Nya?. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[3].
75.[4] Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa rasul. Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran, keduanya biasa memakan makanan[5]. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat (yang menunjukkan keesaan Kami) kepada mereka (Ahli Kitab), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka dipalingkan (dari kebenaran).
76. Katakanlah (Muhammad), "Mengapa kamu menyembah yang selain Allah[6], sesuatu yang tidak dapat menimbulkan bencana kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah Maha Mendengar[7] lagi Maha Mengetahui[8].
77. Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agamamu[9]. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu[10] dan (telah) menyesatkan banyak (manusia)[11], dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus".
Ayat 78-81: Laknat untuk orang-orang Yahudi melalui lisan para nabi mereka dan sebab mereka dilaknat
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (٧٨) كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (٧٩) تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ (٨٠) وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (٨١
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 78-81
78. Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud[12] dan Isa putra Maryam[13]. Yang demikian itu karena mereka durhaka[14] dan selalu melampaui batas[15].
79. Mereka satu sama lain tidak saling mencegah perbuatan munkar yang selalu mereka kerjakan[16]. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.
80. Kamu melihat banyak di antara mereka[17] tolong menolong dengan orang-orang kafir[18]. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka siapkan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah, dan mereka akan kekal dalam azab.
81. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Muhammad) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang musyrik itu sebagai teman setia. Tetapi banyak di antara mereka, orang-orang yang fasik[19].
Ayat 82: Kerasnya permusuhan orang-orang Yahudi dan musyrikin kepada kaum mukmin
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لا يَسْتَكْبِرُونَ (٨٢
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 82
82. Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik[20]. Dan pasti akan kamu dapati orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang Nasrani" Yang demikian itu karena di antara mereka terdapat para pendeta dan para rahib[21], (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri[22].
[1] Ya Allah, sungguh tinggi semua sifat-Mu, sungguh indah nama-nama-Mu, sungguh terpuji perbuatan-Mu, meskipun Engkau menguasai manusia semuanya dan mampu menghukum mereka yang kafir dan bermaksiat kepada-Mu, namun Engkau Maha Santun, Engkau tidak langsung menghukum mereka, bahkan mengajak mereka untuk bertobat, dan Engkau menjanjikan, bahwa jika mereka bertobat, tentu mereka akan mendapatkan Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[2] Dengan mengikrarkan keesaan Allah dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.
[3] Dia mengampuni dosa-dosa orang yang bertobat meskipun setinggi langit, serta menyayangi mereka dengan menerima tobat mereka dan menggantikan keburukan dengan kebaikan.
[4] Pada ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan hakikat yang sebenarnya, yakni bahwa Nabi Isa 'alaihis salam hanyalah seorang rasul sebagaimana rasul-rasul yang lain, sedangkan ibunya Maryam adalah seorang shiddiiqah, orang yang sangat membenarkan, di mana kedudukannya di bawah kedudukan para nabi. Sifat shiddiqiyyah berasal dari ilmu yang bermanfaat yang membuahkan keyakinan dan amal saleh.
[5] Maksudnya adalah bahwa Isa 'alaihis salam dan ibunya adalah manusia, yang memerlukan apa yang diperlukan oleh manusia yang lain, seperti makan, minum dan sebagainya. Jika keduanya tuhan tentu, keduanya tidak membutuhkan yang dibutuhkan manusia.
[6] Yang merupakan makhluk yang fakir lagi membutuhkan sesuatu.
[7] Semua perkataanmu dengan berbagai bahasa dan beraneka kebutuhan.
[8] Semua keadaanmu. Dia mengetahui yang nampak maupun yang tersembunyi, yang lalu maupun yang akan datang. Dia Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya, oleh karenanya hanya Dia yang berhak disembah.
[9] Seperti menempatkan Nabi Isa 'alaihis salam melebihi posisinya sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya serta menjadikan ulama dan pendeta mereka sebagai tuhan dengan menghalalkan semua yang mereka perintahkan meskipun diharamkan Allah atau mengharamkan apa yang mereka tetapkan meskipun dihalalkan Allah.
[10] Yaitu nenek moyang mereka.
[11] Mereka inilah pemimpin kesesatan, di mana diri mereka tersesat dan menyesatkan orang lain.
[12] Yaitu dengan doa Nabi Dawud 'alaihis salam, mereka dirubah rupanya menjadi kera. Mereka ini adalah penduduk Ailah.
[13] Dengan doa Nabi Isa 'alaihis salam, mereka dirubah rupanya menjadi babi. Mereka ini adalah orang-orang yang meminta diturunkan hidangan langsung dari langit.
[14] Kepada Allah.
[15] Dengan menzalimi hamba-hamba Allah.
[16] Sehingga mereka sama seperti pelaku kemungkaran itu karena mendiamkan kemungkaran padahal mampu mencegahnya. Hal ini menunjukkan sikap remeh mereka terhadap perintah Allah dan anggapan ringan bermaksiat kepada Allah oleh mereka. Sekiranya mereka memiliki rasa ta'zhim (pengagungan) kepada Allah, tentu mereka akan cemburu karena larangan-Nya dikerjakan, dan mereka akan marah karena-Nya.
Mendiamkan kemungkaran dapat berakibat banyak mafsadat, di antaranya:
- Mendiamkan kemungkaran itu sendiri merupakan kemaksiatan, meskipun dia tidak mengerjakannya.
- Menunjukkan bahwa dirinya meremehkan maksiat.
- Membuat pelaku maksiat dan kefasikan berani melakukan banyak maksiat, sehingga kejahatan bertambah, dan lama kelamaan banyak yang mengikutinya sehingga pelakunya menjadi mayoritas, sedangkan orang-orang yang baik menjadi minoritas serta tidak mampu mencegah kemungkaran itu.
- Meninggalkan kemungkaran dapat membuat ilmu agama menjadi hilang dan kebodohan melanda. Hal itu, karena maksiat jika berulang kali dilakukan dan tidak diingkari akan mengakibatkan persangkaan bahwa yang demikian bukan maksiat, bahkan orang yang tidak tahu bisa mengiranya sebagai perkara baik, padahal kerusakan apa yang lebih besar daripada anggapan halal terhadap apa yang diharamkan Allah?
- Mendiamkan kemungkaran, bisa menjadikan orang lain memandang baik perbuatan itu sehingga diikuti.
[17] Yakni orang-orang Yahudi.
[18] Yakni kaum musyrik Mekah karena benci kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
[19] Yakni keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari keimanan kepada-Nya dan kepada nabi-Nya. Termasuk perbuatan fasik mereka adalah berwalaa' (bersikap setia) kepada musuh-musuh Allah.
[20] Karena kebencian dan kedengkian mereka yang begitu mendalam kepada kaum muslimin, dan karena kebodohan, kekafiran dan karena mereka selalu mengikuti hawa nafsu. Berdasarkan ayat ini, bahwa musuh besar Islam dan kaum muslimin adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik, dan mereka adalah orang-orang yang paling banyak berusaha menimpakan bahaya kepada kaum muslimin.
[21] Qissis (pendeta) adalah ulama mereka, sedangkan rahib adalah ahli ibadah di antara mereka. Ilmu yang disertai kezuhudan serta ibadah merupakan hal yang menjadikan hati menjadi lunak dan menyingkirkan kekerasannya. Oleh karena itu, tidak ditemukan dalam diri mereka sikap keras dan kasar sebagaimana dalam diri orang-orang Yahudi dan musyrik.
[22] Untuk mengikuti kebenaran, tidak seperti orang-orang Yahudi dan kaum musyrik Mekah yang menyombongkan diri. Orang yang tidak sombong (tawadhu') lebih dekat kepada kebaikan, oleh karenanya mereka lebih dekat kepada kaum muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar