Selasa, 05 Februari 2013

Tafsir Al An’aam Ayat 111-121

Juz 8

Ayat 111-113: Permusuhan orang-orang yang berada di atas kebatilan kepada orang-orang yang yang berada di atas kebenaran

وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ (١١١) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١١٢) وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ (١١٣

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 111-113

111. Sekalipun Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka, dan orang yang telah mati berbicara dengan mereka[1] dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala sesuatu (yang mereka inginkan)[2], mereka tidak (juga) akan beriman[3], kecuali jika Allah menghendaki. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran).

112.[4] Dan demikianlah untuk setiap Nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin[5], sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan[6]. Kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama kebohongan yang mereka ada-adakan.

 

113. Dan agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, tertarik kepada kata-kata itu, dan menyenanginya, dan agar mereka melakukan apa yang mereka biasa lakukan[7].

Ayat 114-117: Yang menetapkan hukum adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala, pada hukum-Nya terdapat kebenaran, kebaikan, keselamatan dan hidayah

أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلا وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (١١٤) وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (١١٥) وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ (١١٦) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (١١٧

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 114-117

114.[8] Pantaskah aku mencari hakim selain Allah[9], padahal Dialah yang menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu secara rinci[10]? Orang-orang yang telah Kami beri kitab[11] mengetahui benar bahwa (Al Quran) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu[12].

115. Telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Quran)[13] dengan benar[14] dan adil[15]. Tidak ada yang dapat mengubah firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar[16] lagi Maha Mengetahui[17].

116.[18] Dan jika kamu menngikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah[19]. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka[20] dan mereka hanyalah membuat kebohongan[21].

117. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[22].

Ayat 118-121: Hewan sembelihan antara yang syar’i dengan yang tidak

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ (١١٨)وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ (١١٩) وَذَرُوا ظَاهِرَ الإثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الإثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ (١٢٠) وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ (١٢١

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 118-121

118.[23] Maka makanlah dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.

119. Mengapa kamu tidak mau memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu[24], kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya[25] tanpa dasar pengetahuan[26]. Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas[27].

120. Dan tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi[28]. Sungguh, orang-orang yang mengerjakan perbuatan dosa, kelak akan diberi pembalasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan[29].

121.[30] Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya[31] perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan[32]. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya[33] agar mereka membantah kamu[34]. Dan jika kamu menuruti mereka[35], tentu kamu telah menjadi orang musyrik.


[1] Sebagaimana yang mereka usulkan.

[2] Untuk menjadi saksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

[3] Karena Allah telah lebih dulu mengetahui.

[4] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghibur Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[5] Hikmah Allah Ta’ala menjadikan untuk para nabi musuh-musuh mereka dan adanya pembela-pembela kebatilan adalah agar terjadi ujian bagi manusia, di mana dari sana diketahui orang yang jujur dengan orang yang berdusta, orang yang berakal dengan orang yang jahil (bodoh), dan orang yang melihat dengan orang yang buta. Hikmah lainnya adalah untuk menerangkan yang hak dan memperjelasnya, karena kebenaran akan semakin nampak dan jelas ketika dihadapkan dengan yang batil, sebagaimana terangnya siang hari dapat diketahui dengan adanya malam hari.

[6] Maksudnya setan-setan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan yang terkesan indah, sehingga mereka melihat kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran.

[7] Berupa dosa-dosa, sehingga mereka akan diberi hukuman. Adapun orang-orang yang beriman kepada kehidupan akhirat; pemilik akal yang sehat, mereka tidak tertipu oleh kata-kata indah itu, bahkan yang mereka perhatikan adalah hakikat yang sebenarnya, mereka melihat makna yang terkandung dari kata-kata itu, jika benar maka mereka menerima dan tunduk kepadanya meskipun dibungkus dengan kata-kata yang kurang indah, namun jika batil, maka mereka menolaknya meskipun dibungkus dengan kata-kata yang indah.

[8] Ayat ini turun ketika orang-orang kafir meminta diadakan hakim antara Beliau dengan mereka.

[9] Padahal selain Alah adalah mahkum ‘alaih (yang dihukumi); bukan hakim. Dan lagi setiap keputusan makhluk mengandung kekurangan, cacat dan kezaliman, bahkan yang wajib dijadikan hakim adalah Alah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, di mana Dia yang menciptakan dan memerintah.

[10] Dalam Al Qur’an diterangkan secara rinci yang halal dan yang haram, hukum-hukum syar’i, pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, di mana tidak ada penjelasan yang melebihi penjelasannya, tidak ada bukti yang melebihi buktinya, dan tidak ada yang lebih baik hukumnya daripadanya, serta tidak ada yang lebih lurus perkataannya daripadanya, karena hukum-hukumnya mengandung hikmah dan rahmat.

[11] Seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya atau Ahli Kitab terdahulu dari kalangan Yaudi dan Nasrani.

[12] Ayat ini merupakan taqrir (pernyataan) kebenaran Al Qur’an kepada orang-orang kafir.

[13] Dengan hukum-hukum dan janji-janji.

[14] Berita-beritanya benar.

[15] Perintah dan larangannya adil.

[16] Terhadap semua perkataan.

[17] Terhadap semua yang nampak maupun yang tersembunyi, yang lalu maupun yang akan datang.

[18] Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingatkan nabi-Nya agar tidak mengikuti kebanyakan manusia, karena yang mereka ikuti hanyalah persangkaan belaka.

[19] Hal itu, karena agama mereka telah menyimpang, sebagaimana amal dan ilmu mereka pun telah menyimpag. Ayat ini menunjukkan bahwa banyaknya orang yang melakukan sesuatu bukanlah menjadi tolok ukur terhadap suatu kebenaran, dan menunjukkan bahwa sedikitnya orang yang menempuh tidaklah menunjukkan tidak berada di atas kebenaran, oleh karenanya para pengikut kebenaran adalah orang yang paling sedikit jumlahnya, namun paling tinggi kedudukan dan pahalanya di sisi Allah.

[20] Seperti dalam perdebatan mereka denganmu tentang masalah bangkai, mereka berkata untuk menghalalkan bangkai, “Apa yang Allah matikan (bangkai) lebih berhak kamu makan daripada yang kamu matikan.”

[21] Seperti menghalalkan memakan apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak, dsb.

[22] Oleh karena itu, kamu wahai kaum mukmin wajib mengikuti nasehat-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena Dia lebih mengetahui hal yang lebih bermaslahat bagi kamu dan lebih sayang kepada dirimu daripada dirimu sendiri.

[23] Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin sebagai konsekwensi iman mereka agar mereka memakan daging hewan ternak maupun hewan halal lainnya yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya dan agar mereka meyakini kehalalannya serta tidak melakukan seperti yang dilakukan kaum Jahiliyyah yang mengharamkan banyak yang halal. Allah menyebutkan, bahwa ciri orang mukmin adalah menyelisihi kaum Jahiliyyah dalam adat yang tercela ini yang isinya merubah syari’at Allah. Ayat yang mulia di atas juga menunjukkan bahwa hukum asal pada sesuatu dan pada makanan adalah mubah, dan bahwa jika tidak ada larangan dari syara’, maka tetap mubah, oleh karena itu apa yang didiamkan Allah adalah halal, karena perkara haram telah dirincikan Alah, sehingga jika tidak disebutkan, maka hukumnya halal. Meskipun yang haram telah dijelaskan secara rinci oleh Allah, namun Dia membolehkan untuk mengkonsumsinya ketika terpaksa dan ketika kelaparan.

[24] Seperti di Surah Al Maa’idah ayat 3.

[25] Seperti menghalalkan bangkai, dsb.

[26] Dan tanpa hujjah. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba waspada terhapa ajakan mereka, di mana ciri mereka adalah mengajak dengan tanpa dalil dan tanpa hujjah syar’i, yang ada hanyalah syubhat sesuai hawa nafsu mereka yang rusak dan pandangan mereka yang pendek. Berbeda dengan mereka yang menunjukkan orang lain lagi mendapat petunjuk; di mana mereka mengajak kepada kebenaran dan petunjuk, menguatkan dakwah mereka dengan hujjah ‘aqli maupun syar’i, dan tidak ada yang mereka cari dari dakwah mereka selain ridha Tuhan mereka dan agar dapat dekat dengan-Nya.

[27] Dari yang halal kepada yang haram.

[28] Yakni semua maksiat baik yang nampak maupun yang tersembunyi, yang terkait dengan hak Allah maupun yang terkait dengan hak hamba, yang terkait dengan lisan dan anggota badan maupun yang terkait dengan hati, dan seorang hamba tidak dapat secara sempurna meninggalkan maksiat yang nampak maupun yang tersembunyi kecuali setelah mengenali dan mengkajinya. Oleh karena itu, mengetahui maksiat anggota badan dan hati merupakan perkara yang wajib bagi setiap mukallaf (orang yang sudah mendapat beban agama, yakni yang baligh dan berakal), dan banyak manusia yang masih samar baginya kebanyakan maksiat, khususnya maksiat yang terkait dengan hati, seperti sombong, ‘ujub (bangga diri), riya’ bahkan seseorang terkadang banyak tertimpa hal itu namun ia tidak menyadari, hal ini tidak lain karena berpaling dari ilmu dan tidak adanya bashirah (mata hati).

[29] Balasan ini dilakukan di akhirat, dan bisa juga di dunia sehingga seseorang dihukum untuk meringankan keburukannya.

[30] Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya…dst. (lih. Ayat di atas).” Mereka berkata, “Apa yang disembelih Allah, janganlah kamu makan, dan apa yang kamu sembelih (tanpa menyebut nama Allah), maka makanlah, “Wa laa ta’kuluu mimmaa lam yudzkarismullahi ‘alaih.” (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih, Al Haafizh Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, “Ini isnad yang shahih.” Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, Ibnu Jarir dan Hakim dan ia berkata, “Shahih sesuai syarat Muslim.” Adz Dzahabi mendiamkannya. Syaikh Muqbil berkata, “Hadits ini dari riwayat Simak dari Ikrimah, ia adalah mudhtharib. Oleh karena itu, hadits tersebut dha’if dengan sanad ini, akan tetapi hadits ini memiliki syahid (penguat) yang menjadikannya bisa dipakai hujjah, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i dalam At Tafsir (1/hal. 479), dan Abu Dawud (3/246)).

[31] Termasuk ke dalam hal ini adalah:

- Binatang yang disembelih dengan nama selain Allah, seperti yang disembelih untuk patung dan berhala.

- Binatang yang ketika disembelih tidak disebut nama Allah dengan sengaja (tidak lupa), menurut mayoritas ulama.

- Binatang yang mati tanpa disembelih (bangkai), karena ia termasuk yang tidak disebut nama Allah padanya.

[32] Keluar dari kehalalan.

[33] Ayat ini menunjukkan bahwa ilham yang diterima seseorang atau yang biasa terjadi pada diri orang-orang sufi –menurut orang-orang Sufi- tidaklah menunjukkan bahwa ia adalah benar, bahkan harus disodorkan kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, jika keduanya menunjukkan demikian, maka ilham itu diterima, jika bertentangan dengan keduanya, maka wajib ditolak, karena ilham itu bisa berasal dari Allah dan bisa berasal dari setan.

[34] Dalam menghalalkan bangkai dengan tanpa ilmu, di mana kaum musyrik ketika mendengar pengharaman bangkai oleh Allah dan Rasul-Nya, dan penghalalan binatang yang disembelih, mereka berkata –untuk menghalalkan bangkai-, “Mengapa kamu memakan binatang yang kamu bunuh dan tidak memakan binatang yang dibunuh Allah (dimatikan Alah tanpa disembelih)?” Yang mereka maksud adalah bangkai. Allah menerangkan di ayat ini, bahwa syubhat yang mereka kemukakan berasal dari wali mereka dari kalangan setan yang ingin menyesatkan manusia dari jalan yang lurus dan mengajak mereka agar sama-sama menjadi penghuni neraka.

[35] Dalam kesyirkkan dan dalam penghalalan yang haram serta mengharamkan yang halal.

2 komentar: