Kamis, 17 Januari 2013

Tafsir An Nisa Ayat 7-10

Ayat 7-10: Menerangkan pokok-pokok pembagian warisan laki-laki dan perempuan, dan ancaman memakan harta anak yatim

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا  (٧) وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا (٨) وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٩) إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا    (١٠)

Terjemah Surat An Nisa Ayat 7-10

7.[1] Bagi laki-laki[2] ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya (yang meninggal), dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut[3] bagian yang telah ditetapkan.

8.[4] Dan apabila sewaktu pembagian (warisan) itu hadir beberapa kerabat[5], anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu[6] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik[7].

 

9.[8] Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah[9], dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.

10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim[10], sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)[11].


[1] Ayat ini turun untuk menolak kebiasaan Jahiliyyah yang tidak memberikan warisan kepada kaum wanita dan anak-anak.

[2] Anak-anak maupun kerabat.

[3] Nampaknya ada masalah yang mengganjal di hati, apakah bagiannya menurut adat yang berlaku atau kesepakatan atau ada ketentuannya, maka disebutkan bahwa bagian tersebut ada ketentuannya dari Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

[4] Ayat ini merupakan salah satu di antara sekian hukum yang bijaksana dan menenangkan hati. Dari ayat ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa siapa saja yang dalam hatinya menginginkan sesuatu yang ada di tangan kita hendaknya kita memberikan sesuatu daripadanya sekedarnya, sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا أَتَى أَحَدَكُمْ خَادِمُهُ بِطَعَامِهِ قَدْ كَفَاهُ عِلَاجُهُ وَ دُخَانُهُ فَلْيُجْلِسْهُ مَعَهُ فَإِنْ لَمْ يُجْلِسْهُ مَعَهُ فَلْيُنَاوِلْهُ أُكْلَةً أَوْ أُكْلَتَيْنِ

"Apabila salah seorang di antara kamu didatangi pelayannya dengan membawa makanan, sedangkan pelayannya sudah menyelesaikan tugasnya di dapur, maka ikutkanlah dia duduk bersamanya. Jika tidak diikutkan bersamanya, maka berikanlah sesuap atau dua suap makanan." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Shahihul Jami' no. 264).

[5] Kerabat di sini maksudnya kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta peninggalan.

[6] Pemberian sekedarnya itu tidak boleh melebihi sepertiga harta warisan, dan pemberian ini dilakukan sebelum dibagikan. Pemberian ini hukumnya sunat, sedangkan menurut Ibnu Abbas pemberian ini hukumnya wajib.

[7] Yakni jika ternyata tidak mungkin karena hal-hal tertentu, maka berbicaralah dengan mereka dengan kata-kata yang lembut.

[8] Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini ditujukan kepada mereka yang menghadiri seorang yang akan meninggal, namun ia (yang akan meninggal) menetapkan wasiat yang zalim, agar mengingatkannya; menyuruh berlaku adil dalam berwasiat, menyuruhnya jika hendak bersedekah agar di bawah sepertiga harta, menyisakan untuk ahli waris dan tidak meninggalkan ahli waris dalam keadaan miskin. Inilah maksud mengatakan perkataan yang benar (lihat akhir ayat tersebut). Ada pula yang mengatakan, bahwa ayat ini ditujukan kepada para wali terhadap orang-orang yang kurang akalnya baik orang gila, anak-anak maupun orang-orang yang lemah agar mereka menyikapi orang-orang yang lemah itu seperti sikap mereka terhadap anak-anak mereka sendiri.

Menurut Ibnu Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang yang akan meninggal, lalu orang yang hadir mendengar orang yang akan meninggal itu berwasiat yang isinya memadharatkan ahli waris, maka Allah Ta'ala memerintahkan orang yang mendengarnya itu menyuruhnya bertakwa kepada Allah, mengarahkan dan meluruskannya kepada yang benar. Ia pun hendaknya memperhatikan ahli warisnya sebagaimana dirinya senang menyikapi ahli warisnya dengan sikap yang menunjukkan kekhawatiran akan terbengkalainya mereka (ahli waris).

[9] Yakni dalam mengurus orang lain, dengan cara mengurusnya sejalan dengan ketakwaan kepada Allah, tidak merendahkan mereka, tidak membiarkan mereka dan menyuruh mereka bertakwa.

[10] Maksudnya tanpa hak. Namun tidak termasuk di dalamnya jika pengurusnya fakir, lalu ia memakan harta itu secara ma'ruf, misalnya sesuai ukuran kepengurusannya terhadapnya. Demikian juga tidak termasuk ke dalamnya mencampur makanan anak yatim dengan makanan mereka.

[11] Ayat ini menunjukkan besarnya dosa memakan harta anak yatim secara zalim, dan bahwa hal itu termasuk sebab yang menjadikan seseorang masuk ke dalam neraka. Nas'alulllahas salaamah wal 'aafiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar